1. Kerajaan Majapahit ( XIII-XVI Masehi )
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Indonesia. Kerajaan ini terpusat di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Pada masa kejayaanya, hampir menguasai seluruh wilayah Indonesia. Berita mengenai kerajaan Majapahit disebutkan dalam kitab-kitab kuno seperti Pararaton, Negarakertagama, dan Sundayana. Kitab Pararaton menjelaskan tentang silsilah raja-raja Singasari dan Majapahit. Kitab Negarakertagama menjelaskan keadaan kota Majapahit, daerah jajahan, dan perjalanan Hayam Wuruk mengelilingi daerah kekuasannya. Kitab Sundayana menjelaskan tentang Perang Bubat. Selain itu, Kitab Ying Yai dan kitab Suma Oriental menceritakan keadaan masyarakat dan Kota Majapahit pada tahun 1418 dan 1518.
a. Kondisi geografis
Daerah Majapahit subur karena keberadaan Sungai Brantas yang mengandung sedimen lumpur yang berguna untuk tanah-tanah pertanian di sepanjang aliran sungai. Hal ini menyebabkan lahan pertanian di daerah Majapahit baik dan dapat menikmati swasembada beras. Sungai Brantas memiliki peranan penting, selain menunjang kegiatan pertanian, melalu Sungai Brantas Majapahit berkembang menjadi kerajaan maritim terbesar di Indonesia. Sungai Brantas menjadi sarana transportasi dan jalur perdagangan yang penting bagi perekonomian Majapahit. Sungai ini menghubungkan wilayah pedalaman dan pesisir Majapahit.
b. Kehidupan politik
Kerajaan Majapahit adalah penerus Kerajaan Singasari yang didirikan Ken Arok. Nama Majapahit diambil karena disekitar Desa Majapahit, ditemukan banyak buah maja yang rasanya pahit. Pada tahun 1293 Raden Wijaya dinobatkan menjadi Raja Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Setelah wafat, Raden Wijaya digantikan putranya yang bernama Jayanegara. Pemerintahan Jayanegara dirongrong oleh sejumlah pemberontakan istana. Pada tahun 1318 dan 1819 terjadi pemberontakan yang membahayakan kedudukan raja. Pemberontakan tersebut dipimpin oleh Ra Kuti dan Ra Semi.
Di tengah pemberontakan tersebut muncul nama Gajah Mada. Ia adalah komandan pasukan Bhayangkari, yaitu pasukan pengawal raja yang bertugas melindungi Jayanegara saat mengungsi. gajah Mada bersama pasukan Bhayangkari berhasil menumpas pemberontakan Ra Kuti dan Ra Semi. Atas jasanya tersebut Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan (1319-1321) kemudian di Daha (1322-1930)
Pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi(1328-1350), Gajah Mada dangkat sebagai Mahapatih Majapahit. Dalam upacara pelantikan tersebut, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa. Dalam sumpahnya tersebut, Gajah Mada berjanji tidak akan menikmati kesenangan sebelum mampu menyatukan Indonesia di bawah kekuasaan majapahit.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur. Pada masa ini raja masih dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan memegang otoritas politik tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi sebagai berikut :
1) Rakryan Mahamantri Katrini (biasanya dijabat oleh putra-putra raja). Jabatan Rakryan Mahamantri Katrini terdiri atas Mahamantri i Hino, Mahamantri i Hulu, serta Mahamantri i Sirikan.
2) Rakryan Mantri ri Pakira-kiran (Dewan Menteri yang melaksanakan pemerintahan). Jabatan Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terjadi atas pejabat berikut ini :
a) Rakryan Mahapatih (Panglima/Hamangkubhumi)
b) Rakryan Tumenggung (Panglima Kerajaan)
c) Rakryan Demung (Pengatur Rumah Tangga Kerajaan)
d) Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan tugas-tugas protokoler)
e) Rakryan Rangga (Pembantu Panglima)
3) Dharmadyaks (pejabat hukum keagamaan), yang terdiri atas Dharmadyaksa ring kaisawan (Agama Hindu) dan Dharmadyaksa ring Kasogatan (Agama Buddha)
4) Dharma-upapatti (para pejabat keagamaan)
Masih terdapat sejumlah raja daerah yang masuk birokrasi pemerintah Majapahit. Raja daerah tersebut bergelar Paduka Bhattara (Bhre). Gelar ini merupakan gelar tertinggi bangsawan Majapahit. Tugas para Paduka Bhattara adalah mengelola wilayah kerajaan bawahan, memungut pajak, dan mengirim upeti atau pajak ke kerajaan pusat.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit terdiri atas dua belas kerajaan bawahan yang diperintah oleh para Paduka Bhattara. Seementara itu, struktur Kerajaan Majapahit terbagi dalam beberapa wilayah administrasi sebagai berikut :
1) Bhumi, yaitu wilayah kerajaan pusat yang dipimpin oleh raja.
2) Nagara, merupakan wilayah kerjaan bawahan atau kabupaten yang dipimpin oleh Paduka Bhattara atau gubernur.
3) Watak, wilayah setingkat kecamatan yang dipimpin oleh wiyasa.
4) Wanua, wilayah setingkat desa yang dipimpin oleh lurah.
5) Kabuyutan, wilayah setingkat dusun kecil.
c. Kehidupan Ekonomi
Pada puncak kejayaannya, perekonomian Majapahit berkembang pesat. Masyarakat Majapahit sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan pedagang. Komoditas utama dari sektor pertanian adalah beras. Pada abad XIV Masehi Majapahit merupakan kerajaan pengekspor beras terbesar di Indonesia.
Selain digunakan untuk irigasi pertanian, Sungai Brantas digunakan sebagai sarana transportasi dan perdagangan. Pemerintah Majapahit membangun pusat-pusat perdagangan di tepi sungai tersebut. Bahkan, salah satu pelabuhan utama Majapahit, yaitu Hujung Galuh dibangun di hilir Sungai Brantas. Bersama dua pelabuhan lainnya, yaitu Surabaya dan Tuban, Majapahit mengembagkan sektor perdagangan maritim.
Untuk memperlancar kegiatan perdagangan, Majapahit mencetak mata uang sebagai alat pembayaran yang sah. Mata uang tersebut dikenal dengan sebutan kepeng dan gobog. Selain dari sektor pertanian dan perdagangan, pemerintah Majapahit berhasil memperoleh pendapatan yang besar dari sektor pajak atau upeti. Majapahit berhasil menaklukkan banyak kerajaan lokal di Indonesia. Setiap tahun kerajaan-kerajaan tersebut mengirim berbagai upeti kepada Majapahit.
d. Kehidupan Agama
Pemerintah Majapahit hanya mengakui agama Hindu dan Buddha sebagai agama resmi kerajaan. Pengakuan ini terlihat karena adanya lembaga agama Dharmayaksa ring kaisawan (Hindu) dan Dharmayaksa ring Kasogatan (Buddha).
Meskipun hanya agama Hindu-Buddha yang diakui, tetapi kerajaan Majapahit tetap menunjukkan toleransi terhadap perkembangan agama lain. Bahkan, pada masa akhir pemerintahan Hayam Wuruk agama Islam sudah mulai dianut bangsawan Majapahit. Perkembangan Islam di Majapahit dibuktikan dengan adanya penemuan beberapa batu nisan makam Islam di daerah Trowulan dan Troloyo yang berasal dari abad XIV Masehi.
e. Kehidupan Sosial
Dalam kerajaan Majapahit terdapat beragam penganut agama. Tetapi, masyarakatnya dapat hidup rukun dan berdampingan. Kondisi ini dilukiskan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma dengan kalimat Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki arti berbeda-beda, tetapi tetap satu.
f. Kehidupan Budaya
Kerajaan Majapahit sangat memperhatikan perkembangan seni budaya. Salah satu aspek budaya yang berkembang pesat adalah kesastraan. Para Raja Majapahit sangat peduli dengan kesastraan. Para pujangga Majapahit menulis karya sastra berikut :
1. Kitab Negarakertagama, karya Mpu Prapanca (Kerajaan Majapahit dan daerah jajahannya.
2. Kitab Sutasoma, karya Mpu Tantular (Kerukunan hidup beragama di Majapahit. Dalam kitab ini terdapat ungkapan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa yang kemudian dipakai semboyan NKRI)
3. Kitab Arjuna Wijaya karya Mpu Tantular (pertempuran antara raksasa dan Arjuna Sasrabahu)
4. Kitab Tantu Pagelaran (pemindahan Gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Brahma, Wisnu, dan Syiwa)
5. Kitab Panjiwijayakrama (riwayat Raden Wijaya hingga menjadi Raja Majapahit)
6. Kitab Usana Jawa (penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar)
7. Kitab Pararaton (riwayat Raja-Raja Singasari dan Majapahit)
8. Kitab Ranggalawe (pemberontakan Ranggalawe)
9. Kitab Sorandakan (pemberontakan Sora)
10. Kitab Sundayana (Peristiwa Bubat)
Selain kesastraan, seni bangunan di Majapahit berkembang pesat. Sebagian besar bangunan di kompleks istana dan kotaraja Majapahit memiliki dinding batu bata, atap genting, dan saluran pembuangan yang terbuat dari pipa tanah liat. Seni bangunan oleh raja-raja Majapahit seperti Candi Penataran, Tegalwangi, Sumberjati, Tikus, Brahu, Kedaton, Wringin Lawang, dan Bajang Ratu. Peninggalan tersebut masih dapat dinikmati keindahannya, namun kita juga harus melestarikan peninggalan tersebut dengan cara mengikuti petunjuk pengelola dan menjaga ketertiban di lokasi peninggalan sejarah.