A. Perkembangan Corak Kehidupan Masyarakat Masa Pra-aksara
Perkembangan kehidupan masa pra-aksara dapat dilihat dari beberapa periode kehidupan yaitu berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam dan beternak, serta perundagian.
A. Kehidupan Manusia Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Masa berburu dan mengumpulkan makanan merupakan tahap awal kehidupan manusia.Pada masa ini manusia menghabiskan 90 % waktu hidupnya dengan berburu dan mengumpulkan makanan.
1. Kehidupan Sosial
Mereka selalu hidup berkelompok yang anggotanya berjumlah 20 sampai 50 orang yang terdiri dari satu atau dua keluarga. Tujuan hidup berkelompok adalah untuk menghadapi binatang buas dan saling membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka juga sudah mengenal kerja sama terutama dalam hal berburu. Hasil buruannya dibagikan kepada seluruh anggota kelompok. Mereka belum mengenal teknik berkomunikasi lisan. Mereka hanya menggunakan bahasa tubuh, gambar, atau bunyi-bunyian untuk menyampaikan sesuatu.
2. Kehidupan Budaya
Pada kehiduan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan, manusia lebih senang memilih goa-goa sebagai tempat tinggalnya. Dari sini mereka mulai tumbuh dan berkembang. Mereka mulai membuat alat-alat berburu, alat pemotong, alat pengeruk tanah, dan alat lainnya. Para ahli menafsirkan bahwa pembuat alat-alat tersebut adalah jenis manusa pithecantropus dan kebudayaannya disebut tradisi Paleolitikum (batu tua). Alat-alat tersebut banyak ditemukan di Kali Baksoka, daerah Kabupaten Pacitan (Jawa Timur) dan kemudian disebut sebagai kebudayaan Pacitan.
Hasil kebudayaan peninggalan masa ini adalah :
a) Kapak perimbas
Kapak perimbas tidak memiliki tangkat dan gunakan dengan cara digenggam. Penelitian terhadap kapak ini dilakukan di daerah Punung (Kabupaten Pacitan) oleh Von Koenigswald (1935). Sedangkan para ahli lainnya juga mengadakan penelitian pada tempat-tempat lain di seluruh wilayah Indonesia, sehingga kapak perimbas tidak hanya ditemukan di Pacitan melainkan juga pada tempat-tempat seperti Sukabumi, Ciamis, Gombong, Bengkulu, Lahat (Sumatera), Bali Flores, dan Timor. Para ahli sejarah mengambil suatu kesimpulan bahwa alat-alat itu berasal dari lapisan yang sama dengan Pithecantropus Erectus dan diperkirakan juga bahwa Pithecantropus Erectus inilah pembuatnya. Tempat penemuan kapak perimbas diluar wilayah Indonesia seperti Pakistan, Myanmar (Birma), Malaysia, Cina, Thailand, Filipina dan Vietnam.
b) Kapak penetak
Kapak penetak memiliki bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas, namun lebih besar dari kapak perimbas dan cara pembuatanya masih kasar. Kapak ini berfungsi untuk membelah kayu, pohon, kayu, bambu atau disesuaikan degan kebutuhannya.
c) Kapak genggam
Kapak genggam memiliki bentuk hampir sama dengan kapak perimbas dan kapak pendek. Tetapi bentuknya jauh lebih kecil. Kapak genggam dibuat masih sangat sederhana dan belum diasah. Kapak ini juga ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. Cara pemakaiannya digenggam pada ujungya yang lebih kecil.
d) Pahat genggam
Pahat genggam memiliki bentuk lebih kecil dari kapak genggam. Para ahli menafsirkan bahwa pahat genggam mempunyai fungsi untuk mengemburkan tanah. Alat ini digunakan untuk mencari ubi-ubian yang dapat dimakan
e) Alat serpih
Alat serpih memiliki bentuk sangat sederhana dan berdasarkan bentuknya itu diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, dan alat penusuk. Dengan alat ini manusia purba mengupas, memotong, dan juga menggali makanan. Alat serpih ini juga ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1934 di daerah Sangiran (Surakarta). Tempat-tempat penemuan lainnya di Indonesia antara lain: Cabbenge (Sulawesi Selatan), Maumere (Flores) dan Timor. Alat-alat serpih sangat kecil dan berukuran antara 10-20 cm serta banyak ditemukan pada goa-goa tempat tinggal mereka pada waktu itu.Pada umumnya goa-goa tidak terganggu keadaannya, maka apa yang ditinggalkan oleh manusia purba masih dapat ditemukan dalam keadaan seperti ditinggalkan oleh penghuninya, sehingga goa-goa menjadi salah satu sasaran para ahli untuk penelitian.
f) Alat-alat dari tulang
Alat-alat dari tulang dibuat dari tulang-tulang binatang buruan. Alat-alat yang dibuat dari tulang antara lain pisau, belati, mata tombak, mata panah, dan lain-lainnya. Peralatan dari tulang itu banyak ditemukan di Ngandong.
3. Kehidupan Ekonomi
Pada masa ini belum ada sistem ekonomi yang kompleks. Kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan anggota kelompoknya dan tidak pernah ada transaksi dengan kelompok lain. Mereka masih sangat bergantung pada alam dan akan mencari tempat lain jika tempat tersebut sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pengolahan makanan masih sebatas dibakar saja. Pada masa itu manusia telah mengenal api. Untuk makanan yang berasal dari tumbuhan, mereka memakannya mentah-mentah. Mereka juga belum mengenal teknik menanak nasi.
B. Kehidupan Manusia Pada Masa Bercocok Tanam dan Beternak
Manusia purba Indonesia sudah memasuki masa bercocok tanam sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi. Terbukti dengan adanya penemuan gambar tanaman padi di Gua Ulu (Leang) Sulawesi Selatan. Menurut ahli arkeologi Indonesia, Prof. Dr. R. Soekmono, perubahan dari food gathering ke food producing merupakan satu revolusi dalam perkembangan zaman praaksara Indonesia. Disebut revolusi karena terjadi perubahan yang cukup mendasar dari tradisi mengumpulkan makanan dan berburu menjadi bercocok tanam. Oleh karena itu, zaman bercocok tanam dianggap sebagai dasar peradaban Indonesia sekarang.
Manusia purba pada masa bercocok tanam menciptakan alat-alat sederhana untuk menunjang kegiatan bercocok tanam, teknik pembuatannnya lebih maju, kapak itu bentuknya sudah halus, diupam (diasah), seperti kapak persegi atau beliung persegi. Terbuat dari batu berbentuk persegi, gunanya untuk menggarap ladang. Adanya juga Kapak Lonjong, terbuat dari batu kali yang berwarna kehitam-hitaman. Umumnya jenis kapak ini digunakan sebagai pacul atau sebagai kapak biasa. Dua jenis kapak ini banyak ditemukan di Indonesia.Tradisi bercocok tanam berlangsung hingga zaman logam dan zaman megalithikum dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia.
1. Kehidupan Sosial
Melalui bercocok tanam, manusia purba menjadi saling mengenal dengan sesamanya. Hubungan kelompok A dengan kelompok B menjadi lebih erat. Ini terjadi karena dalam memenuhi kehidupannya, mereka dituntut untuk selalu bekerja sama, bergotong-royong. Cara gotong-royong berlaku pula ketika membangun tempat tinggal, di ladang dan sawah, menangkap ikan, merambah hutan.
Adanya kebutuhan hidup mendorong manusia purba untuk hidup dengan memanfaatkan alam. Sebelumnya, pola hidup berburu dan mengumpulkan makakan menyebabkan jumlah makanan pokok (tumbuhan dan hewan) yang disediakan alam makin menipis. Untuk mengatasi masalah itu, manusia lalu bercocok tanam dan menjinakkan hewan untuk dipelihara.
2. Kehidupan Budaya
Semakin lama, pola bercocok tanam dan beternak semakin berkembang. Terdorong oleh pergeseran kebutuhan dari semula menanam umbi-umbian menjadi menanam padi, manusia lantas membuat perkakas yang semakin efektif dan efisien. Mereka mulai memperhalus peralatan mereka.
Dari sinilah timbul perkakasperkakas yang lebih beragama dan maju secara teknologi daripada masa berburu dan mengumpulkan makanan, baik yang terbuat dari batu, tulang, atau pun tanah liat.Hasil-hasil dari kebudayaan masyarakat yang ada dimasa bercocok tanam ialah sebagai berikut:
a) Beliung Persegi
Berbentuk mirip dengan cangkul, tapi tak selebar dan sebesar dengan cangkul yang ada saat ini. Beliung persegi yang digunakan dalam mengolah kayu, semisal untuk bisa membuat rumah dan perahu. Didaerah Indonesia, beliung persegi telah ditemukan cukup banyak yang terdapat didaerah yaitu sulawesi, jawa, kalimantan, nusat tenggara dan Sumatera.
b) Kapak Lonjong
memiliki bentuk seperti telur dengan penampang yang berbentuk melintang lonjong. Ujungnya agak lancip yang dikaitkan pada tangkainya, bagian ujungnya yang bulat akan diasah hingga tajam. bahan yang dipakai untuk pembuatan kapak lonjong ialah dari batu kali yang berwarna kehitaman. Adapun cara pembuatannya yaitu dengan cara diupam sampai halus. Kapak lonjong tersebut banyak ditemukan di Papua, Sulawesi utara dan Maluku.
c) Mata Panah
merupakan salah satu dari alat perlengkapan berburu atau menangkap ikan. Mata panah untuk bisa menangkap ikan yang berbeda dengan mata panah untuk dapat berburu. Mata panah untuk dapat menangkap ikan yang dibuat dengan bentuk bergerigi sama dengan mata gergaji dan umumnya terbuat dari tulang.
d) Gerabah
Terbuat dari tanah liat yang sudah dibakar. Alat-alat tersebut dipakai sebagai tempat dalam menyimpan benda-benda berupa perhiasan.
e) Perhiasan
Terbuat dari bahan-bahan yang mudah dalam dicari pada area tempat tinggalnya. Bagi manusia purba yang tinggal diarea pantai, maka mereka akan membuat hiasan dari kulit kerang. Dan adapula hiasan yang terbuat dari terrakot yaitu sebuah tanah liat yang sudah dibakar semisal membuat geraba, sedangkan untuk hiasan yang dibuat berasal dari bahan batu yaitu gelang, beliung dan kalung.
4. Kehidupan ekonomi
Di masa bercocok tanam, kebutuhan hidup dari masyarakat akan semakin meningkat. Namun, tak ada satupun anggota masyarakat yang bisa memenuhi segala kebutuhan hidupnya sendiri. Oleh sebab itu, mereka akan menjalin hubungan dengan masyarakat yang ada diluar daerah tempat tinggalnya tersebut. Dengan kenyataan tersebut, dalam rangka untuk memenuhi segala kebutuhannya maka masing-masing butuh mengadakan pertukaran barang dengan menggunakan sistem barter. Pertukaran barang dengan barang lain akan menjadi suatu awal kehadiran sistem perdagangan atau sistem perekonomian yang ada dalam masyarakat.
C. Kehidupan Manusia Pada Masa Perundagian
Pada masa perundagian semakin lama, pola bercocok tanam dan beternak semakin berkembang. Terdorong oleh pergeseran kebutuhan dari semula menanam umbi-umbian menjadi menanam padi, manusia lantas membuat perkakas yang semakin efektif dan efisien. Masa perundagian ditandai dengan adanya kemunculan golongan undagi . Golongan ini terdiri atas orang-orang yang ahli dalam bidang bidang tertentu seperti membuat rumah, peleburan logam, membuat gerabah, dan perhiasan.
1. Kehidupan Sosial
Jumlah penduduk semakin bertambah. Kepadatan penduduk bertambah, pertanian dan peternakan semakin maju, mereka memiliki pengalaman dalam bertani dan berternak mereka mengenal cara bercocok tanam yang sederhana. Mereka memiliki pengetahuan tentang gejala alam dan musim, mereka mulai dapat memperkirakan peristiwa alam dan memperhitungkan musim tanam dan musim panen. Dengan diterapkan sistem persawahan maka pembagian waktu dan kerja semakin diketatkan. Dalam masyarakat muncul golongan undagi, mereka merupakan golongan yang terampil untuk melakukan perkerjaan seperti pembuatan rumah kayu, gerobak, maupun benda logam. Pertanian tetap menjadi usaha utama masyarakat. Dari segi sosial, kehidupan masyarakat zaman ini semakin teratur.
Contohnya : ada pembagian kerja yang baik berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu. Pembagian kerja semakin komplek dimana perempuan tidak hanya bekerja di rumah tetapi juga berdagang di pasar.
2. Kehidupan Budaya
Masyarakat zaman ini telah menunjukkan tingkat budaya yang tinggi terlihat dari berbagai bentuk benda seni dan upacara yang ditemukan menunjukkan keterampilan masyarakat perundagian yang tinggi. Zaman ini ditandai dengan pesatnya kemampuan membuat alat-alat akibat perkembangan teknologi. Mereka menemukan teknologi peleburan biji logam. Oleh karena itu, semakin banyak manusia yang menggunakan logam untuk memenuhi perkakas hidupnya.
Pada zaman Perundagian peralatan gerabah masih ditemukan dengan teknologi yang semakin maju. Hal ini menunjukkan bahwa peranan alat-alat dari gerabah tersebut tidak dapat digantikan dengan mudah oleh alat-alat dari dari logam. Kehidupan seperti ini menunjang terbentuknya kebudayaan yang lebih maju yang memerlukan alat-alat pertanian dan perdagangan yang lebih baik dengan bahan-bahan dari logam. Hasil-hasil peninggalan kebudayaannya antara lain :
a) Nekara perunggu
Berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk memohon turun hujan dan sebagai genderang perang; memiliki pola hias yang beragam, dari pola binatang, geometris, dan tumbuh-tumbuhan, ada pula yang tak bermotif; banyak ditemukan di Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Selayar, Papua.
b) Kapak Perunggu
Bentuknya beraneka ragam. Ada yang berbentuk pahat, jantung, atau tembilang; motifnya berpola topang mata atau geometris.
c) Bejana Perunggu
Bentuknya mirip gitar Spanyol tanpa tangkai; di temukan di Madura dan Sulawesi.
d) Arca Perunggu
Berbentuk orang sedang menari, menaiki kuda, atau memegang busur panah; ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor, Palembang.
e) Perhiasan dan Manik-Manik
Terbuat dari perunggu, emas, dan besi; berbentuk gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul; banyak ditemukan di Bogor, Bali, dan Malang; sedangkan manik-manik banyak ditemukan di Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, Bone; berfungsi sebagai bekal kubur; bentuknya ada yang silinder, bulat, segi enam, atau oval.
f) Kapak Corong
Merupakan benda yang dipergunakan sehari-hari yang terbuat dari perunggu dengan bentuk kapak yang bagian pegangannya berongga (untuk memasukan tangkai kayu) sehingga menimbulkan kesan seperti corong. Itulah sebabnya kenapa dinamakan kapak corong. Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan sepatu bentuknya.
g) Moko
Merupakan nekara tipe pejeng dengan bentuk dasarnya lonjong seperti genderang berbagai ukuran. Alat ini berfungsi sebagai perlengkapan upacara dan tari-tarian adat. Selain itu, moko digunakan sebagai alat tukar dan symbol status social. Moko ditemukan banyak di pulau alor.
3. Kehidupan Ekonomi
Pada zaman perundagian, kemampuan manusia dalam kegiatan ekonomi semakin maju. Kegiatan ekonomi makin beraneka ragam diantaranya pertanian, peternakan, membuat keranjang, membuat gerabah, bepergian ke tempat-tempat lain untuk menukar barang-barang yang tidak dihasilkan di desa tempat tinggalnya. Kegiatan mereka merupakan permulaan dari kegiatan perdagangan.
Pada masa perundagian, dalam masyarakat timbul golongan-golongan para ahli dalam mengerjakan kegiatan tertentu, misalnya ahli mengatur upacara keagamaan, ahli pertanian, ahli perdagangan dan ahli membuat barangbarang dari logam dan sebagainya.
Pengetahuan dalam berbagai bidang meningkat. Ilmu tentang perbintangan dan iklim telah dikuasai untuk mengetahui arah angin yang diperlukan dalam pelayaran dan pengaturan kegiatan-kegiatan dalam pertanian.
Sistem kepercayaan
Sistem kepercayaan masyarakat praaksara di Indonesia tidak terlepas dari kepercayaan asli masyarakat Indonesia. Dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, kepercayaan asli merupakan bentuk kerohanian yang khas dimiliki oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kepercayaan asli sering disebut dengan agama asli atau religi.
Kepercayaan manusia tidak terbatas pada dirinya sendiri saja, akan tetapi pada benda-benda dan tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitarnya. Berdasarkan keyakinan tersebut, manusia menyadari bahwa makhluk halus atau roh itu memiliki wujud nyata dan sifat yang mendua, yaitu sifat yang membawa kebaikan dan sidat yang mendatangkan keburukan.
a. Jenis- jenis kepercayaan
Ø Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang. Awal munculnya kepercayaan animisme ini didasari oleh berbagai pengalaman dari masyarakat yang bersangkutan. Misalnya pada daerah di sekitar tempat tinggal terdapat sebuah batu besar.Masyarakat yang melewati batu besar tersebut mendengar keganjilan seperti suara minta tolong, memanggil namanya, dan lain-lain. Namun begitu dilihat mereka tidak menemukan adanya orang atau apapun. Peristiwa tersebut kemudian terus berkembang hingga masyarakat menjadi peracaya bahwa batu yang dimaksud mempunyai roh atau jiwa.
Ø Dinamisme adalah suatu kepercayaan dengan keyakinan bahwa semua benda mempunyai kekuatan gaib, misalnya gunung, batu, dan api. Bahkan benda-benda buatan manusia seperti patung, tombak, jimat dan lain sebagainya.
Ø Totemisme merupakan keyakinan bahwa binatang tertentu merupakan nenek moyang suatu masyarakat atau orang tertentu. Binatang yang dianggap nenek moyang antara masyarakat yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Biasanya binatang nenek moyang tersebut disucikan, tidak boleh diburu dan dimakan, kecuali untuk upacara tertentu.
b. Cara penguburan
Kepercayaan yang dimiliki pada masa prasejarah merupakan awal dari kepercayaan yang ada pada masa-masa berikutnya. Kepercayaan masyarakat berburu dan meramu terdapat kekuatan alam yang abadi di sekelilingnya di buktikan dengan penemuan kuburan serta penguburan jenazah di Gua Lawa (sampungan) Gua Sodong, Bukit Kerang di Sumatra Utara. Dengan penemuan kuburan itu menunjukan bahwa masyarakat prasejarah telah memiliki anggapan tentang hidup sesudah mati dan memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Pada masa selanjutnya masyarakat telah mengenal dua macam penguburan yaitu:
Ø Penguburan Primer(langsung).
Dalam penguburan langsung jenazah orang yang sudah meninggal dikuburkan sekali, atau langsung dikubur di dalam tanah atau diletakkan dalam sebuah wadah kemudian dikuburkan dalam tanah dengan upacara penguburan. Mayat dibaringkan mengarah ketempat roh atau arwah pada leluhur (misalnya di puncak gunung). Sebagai bekal perjalanan ke dunia roh, disertakan bekal kubur yang terdiri atas berbagai macam barang keperluan sehari-hari, seperti perhiasan, periuk, dan barang-barang lainnya. System penguburan ini pernah ditemukan di anyer (banten) dan plawangan , rembang (jawa tengah)
Ø Penguburan Sekunder(tak langsung).
Pada penguburan tak langsung mayat pada mulanya langsung dikuburkan dalam tanah tanpa upacara penguburan. Setelah beberapa waktu hingga tinggal kerangka, kemudian digali, dibersihkan, dan dicuci, terkadang diberi tempayan/sarkopagus atau tanpa wadah dikubur kembali dengan upacara penguburan. Cara penguburan ini ditemukan di mendolo, sumba (nusa tenggara timur), Gilimanuk (Bali) , dan Lesung Batu (Sumatra Barat)
C. Tingkat perkembangan kepercayaan
Sistem kepercayaan manusia purba mengalami perkembangan. Tingkat perkembangan kepercayaan manusia dapat diketahui sebagai berikut :
1) Pemujaan terhadap jiwa atau roh yang telah meninggal. Roh yang telah lepas dari tubuh jasmaninya dianggap sebagai jiwa yang merdeka. Kepercayaan ini merupakan bentuk awal dari kepercayaan animism. Kepercayaan ini mulai berkembang pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.
2) Keyakinan terhadap adanya roh yang menempati alam sekeliling tempat tinggalnya. Kepercayaan ini disebut animisme. Kepercayaan ini berkembang pesat pada masa bercocok tanam dan beternak. Pada masa itu manusia sudah mengembangkan kebudayaan megalitikum, ditandai dengan pembuatan bangunan dari batu2 besar seperti menhir, punden berundak, dolmen, archa batu, kubur batu, dan sarkofagus
a) Menhir
Menhir adalah sebuah tugu dari batu tunggal yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang. Ada menhir yang berdiri tunggal di suatu tempat, ada pula yang terdiri atas suatu kelompok. Sering pula ditemukan bersama dengan bangunan megalit bentuk lain. Menhir ditemukan di berbagai tempat di Indonesia. Misalnya, di Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.
b) Punden berundak
Punden berundak merupakan bangunan yang tersusun dari batu yang bertingkat-tingkat dan berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Punden Berundak pada zaman megalitik selalu bertingkat tiga yang mempunyai makna tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal. Bangunan punden berundak merupakan cikal bakal bangunan candi pada masa hindu-budha. Peninggalan punden berundak bisa ditemukan di lebak sibedug ( Banten Selatan ) dan puncak gunung argapura di jawa timur
c) Dolmen
Dolmen adalah batu seperti meja berkakikan menhir. Ada dolmen yang menjadi tempat sesaji dan pemujaan kepada nenek moyang dan ada pula yang di bawahnya terdapat kuburan. Dolmen dapat ditemukan di cipari, kuningan ( jawa barat ), Bondowoso dan Jember ( jawa timur ), Pasemah ( Sumatra ), dan Nusa Tenggara Timur.
d) Archa Batu
Arca batu biasanya mempunyai bentuk yang menyerupai binatang / manusia. Yang mungkin dipercaya merupakan perwujudan dari nenek moyang dan menjadi objek pujaan. Arca batu banyak di temukan di wilayah indonesia antara lain di pasemah, Sumatra bagian Selatan serta Sulawesi bagian Tenggara.
e) Sarkofagus
Sarkofagus atau keranda bentuknya seperti palung atau lesung, tetapi mempunyai tutup.Hampir di setiap desa ditemukan sarkofagus. Seperti juga dolmen, sarkofagus ini dianggap sebagai peti mati. Di dalamnyaterdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan, dan benda2 dari perunggu / besi. Sarkofagus dapat ditemukan di samosir, Sumatra utara.
f) Kubur batu
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.
Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik.
3) Kepercayaan tentang adanya kekuatan gaib pada benda-benda tertentu. Kepercayaan ini disebut dinamisme. Kepercayaan ini berkembang pesat pada masa perundagian.
Kepercayaan masa praaksara terus berkembang dalam masyarakat. Setelah pengaruh hindu-budha masuk, keyakinan bahwa huajn, badai, dan matahari diatur oleh makhluk halus dipersonifikasikan sebagai dewa alam. Kepercayaan terhadap banyak dewa ini dinamakan politeisme.
Selanjutnya, masyarakat Indonesia memiliki keyakinan menganai adanya Tuhan yang mengatur semua kejadian di alam semesta. Kepercayaan ini dinamakan monoteisme.