| SMAN 1 BLITAR |
|
KERAJAAN BULELENG DAN WARMADEWA |
|
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 6 : Debby Millenia (08) Fadhila Nuril I (12) Ilma Alfira N (18) Luthfie Putra T (20) Muhammad Fahmi K (21) Rifky krismantoro (27) Vivi gita
Rifky Krismantoro (27) Vivi Gita F (36)
|
A. KERAJAAN BULELENG
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke-17. Menurut berita Cina di sebelah timur Kerajaan Kalingga ada daerah Po-li atau Dwa-pa-tan yang dapat disamakan dengan Bali. Adat istiadat di Dwa-pa-tan sama dengan kebiasaan orang-orang Kaling. Misalnya, penduduk biasa menulisi daun lontar. Bila ada orang meninggal, mayatnya dihiasi dengan emas dan ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas, serta diberi bau-bauan yang harum. Kemudian mayat itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang.
1. Letak Geografis
Kerajaan Buleleng berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Letaknya yang berada di pesisir menyebabkan Buleleng banyak disinggahi kapal-kapal dagang dari Sumatra dan Jawa. Karakteristik wilayah Buleleng dibagi menjadi dua, yaitu dataran rendah di bagian utara dan dataran tinggi di bagian selatan. Menyatunya pantai dan pegunungan ini menyebabkan penduduk di Buleleng selalu menjunjung tinggi semboyan nyegara gunung. Konsep nyegara gunung berarti segala pemberian alam maupun dari laut maupun gunung wajib disyukuri dan selalu dijaga kesuciannya.
2. Kehidupan Politik
Dalam sejarah Bali, nama Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan Majapahit. Pada waku di Jawa berkembang Kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya kerajaan Gelgel, Klungkung, dan Buleleng yang didirikan oleh I Gusti Ngurah Panji Sakti, dan selanjunya muncul kerajaan yang lain.I gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya wilayah Kerajaan Buleleng yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung imur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji wafat tahun 1704, kerajaan mulai goyah karena putr-putranya punya jalan pikiran yang saling berbeda.
Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai oleh kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kerajaan Karangasem tahun 1780. Raja Karangasem I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah Putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821. Kekuasaan Karangasem melemah, erjadi beberapa kali perganian raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem memerintah dengan patihnya I Gusti Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun 1849.
Pada tahun 1846 Buleleng diserang Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit dari pihak rakyat Buleleng yang dipimpin I Gusti Ketut Jelantik.Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan dari pasukan angkatan laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849, Belanda dapat menghancurkan Benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda dan sejak saat itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.
Daftar raja Buleleng :
· Wangsa Panji Sakti (1660-?)
Nama | Awal memerintah | Akhir memerintah | Keterangan |
Gusti Anglurah Panji Sakti | 1660 | 1697/99 | |
Gusti Panji Gede Danudarastra | 1697/99 | 1732 | Anak dari Gusti Anglurah Panji Sakti |
Gusti Alit Panji | 1732 | 1757/65 | Anak dari Gusti Panji Gede Danudarastra |
Gusti Ngurah Panji | 1757/65 | 1757/65 | Anak dari Gusti Alit Panji |
Gusti Ngurah Jelantik | 1757/65 | 1780 | Anak dari Gusti Ngurah Panji |
Gusti Made Singaraja | 1793 | ? | Keponakan dari Gusti Made Jelantik |
· Wangsa Karangasem (?-1849)
Nama | Awal memerintah | Akhir memerintah | Keterangan |
Anak Agung Rai | ? | 1806 | Anak dari Gusti Gede Ngurah Karangasem |
Gusti Gede Karang | 1806 | 1818 | Saudara dari Anak Agung Rai |
Gusti Gede Ngurah Pahang | 1818 | 1822 | Anak dari Gusti Gede Karang |
Gusti Made Oka Sori | 1822 | 1825 | Anak dari Gusti Gede Karang |
Gusti Ngurah Made Karangasem | 1825 | 1849 | Keponakan dari Gusti Gede Karang |
| | | | |
· Wangsa Karangasem (?-1849)
Nama | Awal memerintah | Akhir memerintah | Keterangan |
Anak Agung Rai | ? | 1806 | Anak dari Gusti Gede Ngurah Karangasem |
Gusti Gede Karang | 1806 | 1818 | Saudara dari Anak Agung Rai |
Gusti Gede Ngurah Pahang | 1818 | 1822 | Anak dari Gusti Gede Karang |
Gusti Made Oka Sori | 1822 | 1825 | Anak dari Gusti Gede Karang |
Gusti Ngurah Made Karangasem | 1825 | 1849 | Keponakan dari Gusti Gede Karang |
Nama | Awal memerintah | Akhir memerintah | Keterangan |
Gusti Made Rahi | 1849 | 1853 | Keturunan dari Gusti Ngurah Panji |
Gusti Ketut Jelantik | 1854 | 1872 | Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik |
Anak Agung Putu Jelantik | 1929 | 1944 | Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik |
Anak Agung Nyoman Panji Tisna | 1944 | 1947 | Anak dari Anak Agung Putu Jelantik |
Anak Agung Ngurah Ketut Jelantik | 1947 | 1950 | Saudara dari Anak Agung Nyoman Panji Tisna |
3. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan kehidupan masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat bebrapa istilah yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), (gaga) ladang, kebwan (kebun), dan lain sebagainya.
Perdagangan antarpulau di Buleleng juga sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas yang terkenal di Buleleng adalah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan 30 ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang yang besar sehingga memerlukan kapal yang besar pula untuk mengangkutnya.
4. Kehidupan Agama
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat raja. Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa (Wisnu).
5. Kehidupan Sosial Budaya
Dalam kehidupan sosial Kerajaan Buleleng, masyarakat Bali, tidak terlepas dari agama yang dianutnya yaitu agama hindu (mempunyai pengaruh yang paling besar) dari Budha sehingga keadaan sosialnya sebagai berikut :
· Terdapat pembagian golongan/kasta dalam masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya.Masing-masing golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama dibanding keagamaan.
· Pada masa Anak Wungsu dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus yaitu pande besi, pande emas, dan pande tembaga dengan tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga, senjata, perhiasan dan lain-lain.
Beberapa peninggalan kerajaan Buleleng yaitu :
· Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong (atau Belanjong) adalah sebuah prasasti yang memuat sejarah tertulis tertua tentang Pulau Bali. Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini bertarikh 835 çaka (913 M), dan dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa.Prasasti Blanjong ditemukan di dekat banjar Blanjong, desa Sanur Kauh, di daerah Sanur, Denpasar, Bali. Prasasti ini unik karena bertuliskan dua macam huruf; yaitu huruf Pra-Nagari dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi dengan menggunakan bahasa Sanskerta.
· Prasasti Panempahan,
· Prasasti Melatgede
· Pura Tirta Empul
· Sejarah pura tersebut yang terletak di daerah Tampaksiring Bali dibangun pada tahun 967 M (Tahun Caka : 889) oleh raja Sri Candrabhaya Warmadewa. Pura atau Tempat suci ini, digunakan beliau untuk melakukan hidup sederhana, lepas dari keterikatan dunia materi, melakukan tapa, brata, yoga, semadi, dengan spirit alam sekitarnya. Di halaman pura suci tersebut ada palinggih utama bebaturan “tanpa atap” yang disebut palinggih Tapasana, hanya ditumbuhi padang ilalang tumbuh di atasnya.
· Pura Penegil Dharma
Pura Penegil Dharma | sejarah pendirian pura ini dimulai pada 915 Masehi yang keberadaan pura ini berkaitan dengan sejarah panjang Ugrasena, salah seorang anggota keluarga Raja Mataram I dan kedatangan Maha Rsi Markandeya di Bali.
B. KERAJAAN DINASTI WARMADEWA
Warmadewa berasal dari bahasa Sansekerta secara umum berarti berarti Dewa Pelindung atau Dilindungi Dewa. Raja-raja dari Dinasti Warmadewa ini awalnya berasal dari India(kerajaan Pallawa) -raja awalnya berasal dari India, dimana ada raja berwangsa Warmadewa dan ada pula berwangsa Sanjaya.
Raja dinasti Warmadewa pertama di Bali adalah Dalem Sri Kesari atau yang dikenal juga dengan Dalem Selonding, datang ke Bali pada akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10, beliau berasal dari Sriwijaya(Sumatra) dimana sebelumnya pendahulu beliau dari Sriwijaya telah menaklukkan Tarumanegara( tahun 686) dan Kerajaan Kalingga.
1. Kehidupan Politik
Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menaklukkan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan baru di wilayah Buleleng.
Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana memiliki tiga putra, yaitu Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak, Airlangga akan menjadi raja terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya, yaitu Marakatapangkaja.
Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebeneran hukum karena ia selalu melindungi rakyatanya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya, Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Anak Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan, baik dari dalam maupun luar kerajaan.
Dalam menjalankan pemerinahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasihat pusat yang disebut pakirankiran i jro makabehan. Badan ini terdiri atas senapati dan pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini berkewajiban memberi tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman dan pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama.
Adapun dinasti yang memerintah kerajaan Warmadewa antara lain :
· Raja Sri Ugra Sena
· Raja Sri Kesari Warmadewa
· Raja Candrabhayasinga Warmadewa
· Raja Dharma Udayana Warmadewa
· Raja Marakata
· Raja Anak Wungsu
· Sri Maha Raja Seri Walaprabu
· Sri Maha Raja Sri Sukalendukirana
· Sri Suradhipa
· Sri Jayasakti
· Raja Jayapangus
· Raja Sri Astasura Ratna Bhumi Banten
2. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan sisitem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), mmal (ladang di pegunungan), dan kasuwakan (pengairan sawah). Perkembangan pertanian semakin berkembang pesat.Perkembangan tersebut erat kaitannya dengan penemuan urut – urutan menanam padi, yaitu mbabaki (pembukaan tanah), mluku (membajak), tanem (menanam padi), matun (menyiangi), ani-ani (menuai padi), dan nutu (menumbuk padi).
Perdagangan antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal dari Buleleng aalah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan tiga puluh ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok.
3. Kehidupan Agama
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Akan tetapi, tardisi megalitik msih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Buddha mulai medapatkan peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha diangkat sebagai salah satu penasihat raja. Sesuai dengan kepercayaan Hindu, raja dianggap penjelmaan (inkarnasi) dewa. Dalam prasasti Pohon Asem dijelaskan Anak Wungsu merupakan penjelmaan Dewa Hari (Wisnu). Bukti ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat Buleleng merupakan penganut waisnawa, yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain agama Hindu dan Buddha, di Buleleng berkembang sekte-sekte kecil yang menyembah dewa-dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya (penyembah Dewa Gana) dan Sora (penyembah dewa Matahari).
4. Kehidupan Sosial Budaya
Para ahli memperkirakan keadaan masyarakat Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa tidak begitu jauh berbeda dengan masyarakat pada saat ini. Pada masa pemerintahan Udayana, masyarakat hidup berkelompok dalam suatu daerah yang disebut wanua. Sebagaian besar penduduk yang tinggal di wanuabermata pencaharian sebagai petani. Sebyah wanua dipimpin seorang tetua yang dianggap pandai dan mampu mengayomi masyarakat.
Pada masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar kasta (jaba). Pembagian ini didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut masyarakat Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan sistem penamaan bagi anak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal sebagai berikut.
a. Anak pertama dinamakan wayan. Kata wayan berasal dari wayahan yang berarti tua.
b. Anak kedua dinamakan made. Kata made berasal dari madya yang berarti tengah.
c. Anak ketiga dinamakan nyoman. Kata nyoman berasal dari nom yang berarti muda.
d. Anak keempat dinamakan ketut. Kata ketut berasal dari tut yang berarti belakang.
Selama pemerintahan Anak Wungsu, peraturan dan hukum ditegakkan dengan adil. Masyarakat diberi kebebasan berbicara. Jika masyarakat ingin menyampaikan pendapat, mereka didampingi pejabat desa untuk menghadap langsung kepada raja. Kebebasan tersebut membuktikan Raja Anak Wungsu sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Jiwa seperti inilah yang saharusnya dilakukan pemimpin pada saat itu. Jika Anda menjadi seorang pemimpin, Anda harus mendegar dan merespons segala keluhan rakyat.
Masyarakat Buleleng sudah mengembangkan berbagai kegiatan kesenian. Kesenian berkembang pesat pada masa pemerintahan Raja Udayana. Pada masa ini kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton dan seni rakyat. Dalam seni keraton dikenal penyanyi istana yang disebut pagending sang ratu. Selain penyanyi dikenal pula kesenian patapukan (topeng), pamukul (gamelan), banwal (gadelan), dan pinus (lawak). Adapun jenis kesenian yang berkembang di kalangan rakyat antara lain awayang ambaran (wayang keliling), anuling (peniup suling), atapukan(permainan topeng), parpadaha (permainan genderang), dan abonjing (permainan angklung).
Peninggalan sejarah :
a. Prasasti
· Prasasti Sanur (917 M)
Prasasti Sanur dikeluarkan oleh wangsa Warmadewa di atas lempengan tembaga (Tamra Prasasti). Dalam prasasti ini disebutkan bahwa anak wungsu yang makamnya terletak di Gunung Kawi, Tampak Siring adalah anak dari Raja Udayana atau adik Airlangga.
· Prasasti Calcuta, India (1042 M)
Dalam prasasti ini menerangkan asal usul Raja Airlangga, yaitu dari keturunan raja-raja Bali, dinasti Warmadewa. Raja Airlangga terlahir dari pernikahan Raja Udayana (Kerajaan Bali) dengan Mahendradatta (putri kerajaan Medang Kamulan adik Raja Dharmawangsa).
b. Bangunan Candi
Kompleks Candi Gunung Kawi (Tampak Siring) dibangun pada masa pemerintahan Anak Wungsu, kompleks candi ini merupakan pendarmaan dari raja raja Bali.