Waduk Sermo.
Berada di tengah-tengah perbukitan Menoreh dan diresmikan Soeharto pada 20 November 1996 dengan membendung Sungai Ngrancah, lahan seluas 157 hektar yang dulunya adalah sebuah perkampungan ini kini telah disulap menjadi telaga dengan suasana tenang. Terdapat dua cara untuk menikmati Waduk Sermo, yaitu menyewa perahu motor seharga Rp 8.000 per orang untuk menyusuri setiap lekukannya dengan pemandangan hutan lindung – atau duduk bersantai di pinggir telaga sembari menanti senja. Matahari akan terbenam di balik perbukitan dan memancarkan cahaya oranye yang tercermin pada air waduk yang tenang. Pengunjung dilarang berenang, namun pengunjung bebas memancing di sejumlah titik. Beberapa ikan yang terdapat di sini adalah ikan nila, tawes, dan tombro.
Mengingat Allah dengan Tadabur Alam
Allah menciptakan alam semesta secara berimbang. Matahari sebagai inti energi dikelilingi oleh planet yang berputar harmoni berdasar garis edarnya. Tidak ada yang bertabrakan, semua berjalan sesuai aturannya.
Di planet bumi, manusia membutuhkan matahari, bulan, bintang, untuk keberlangsungan hidupnya. Lebih dari itu, manusia adalah makhluk yang hidup di bumi yang menjadi bagian dari jagat raya atau alam semesta. Hidup manusia pun tidak dapat dipisahkan dengan alam semesta. Bisakah terbayang apabila manusia hidup tanpa bulan? Mungkin malam kita akan terasa sangat gelap tanpa ada cahaya matahari yang memantul di permukaan bulan. Bisakah kita hidup tanpa matahari sebagai energi kehidupan? Tentu tidak akan ada kehidupan di bumi. Sebagai makhluk yang tidak bisa dipisahkan dengan alam semesta hendaknya kita mampu menyatukan diri dengannya. Caranya, yakni melakukan berbagai interaksi dengan alam semesta dalam berbagai kesempatan. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kepada kita untuk menyatukan diri dengan alam. Hal ini terlihat dari diperintahkannya diri kita untuk mentadaburi alam semesta ini. Allah Swt. berfirman, “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali Imran [4]: 191). Perintah lain, kita diminta untuk merespon kejadian atau keunikan alam yang kita lihat atau kita hadapi. Misalnya, ketika kita menyaksikan gerhana bulan, baik gerhana bulan maupun matahari, kita diperintahkan untuk berzikir dan melaksanakan shalat gerhana. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, dan keduanya tidak gerhana karena kematian seseorang, atau kehidupannya (kelahirannya). Jika kalian melihat gerhana maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, bersedekahlah, dan shalatlah.” (Riwayat Bukhari).
Ketika kita mampu menyatukan diri kita dengan alam semesta maka kita akan menyakini akan kebesaran dan keagungan Allah yang membuat keimanan kita semakin kuat dan menumbuhkan rasa syukur kepada-Nya. Selain itu, ketika kita menyatukan diri dengan alam semesta, sesungguhnya kita telah menyatukan zikir atau ketundukan kita dengan zikir atau ketundukkan alam semesta kepada Allah. Sebab, alam semesta pun berzikir dan tunduk kepada-Nya. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan alam semesta. Itu berarti bahwa banyak pelajaran dan hikmah yang bisa kita ambil dari alam semesta ini. Jauh sebelum teknologi mutakhir untuk meneliti alam semesta dibuat, al-Qur’an lebih dahulu menerangkan tentang siapa pencipta alam semesta.
“Dialah pencipta langit dan bumi.” (al-An’am [6]: 101)
Dengan demikian, wujud dari penyatuan diri kita dengan alam semesta dapat direalisasikan dengan mentadaburi alam semesta dan merespons setiap keunikan dan fenomen alam dengan doa, zikir, dan ibadah-ibadah lainnya. Semoga banyak pelajaran yang kita ambil dari penciptaan alam semesta ini sehingga makin menambah kecintaan kita kepada Allah.
Artikel keren lainnya: