1. Judul Laporan : Hubungan Kesadaran Masyarakat Terhadap Gaya
Hidup Konsumtif
2. Nama Siswa : Ananta Bryan Tohari Wijaya
Cindy Rizkika Maharani
3. Kelas : X MIPA 1
4. Asal Sekolah : SMA Negeri 1 Blitar
5. Alamat Sekolah : Jl. Ahmad Yani no. 112 Kota Blitar, Jawa Timur 6. Bidang Keilmuan : Sosiologi
7. Guru Pembimbing : Dra. Latifah, M. Pd
Telah disetujui dan disahkan di Blitar, ...... Maret 2016 oleh :
Drs. Kafid Dra. Latifah, M.Pd
|
NIP. 19570131 198303 2 006 NIP. 19570605 199203 1 008
|
ABSTRAK
Wijaya, Ananta Bryan Tohari dan Cindy Rizkika Maharani. 2016. Hubungan Kesadaran Masyarakat Terhadap Gaya Hidup Konsumtif. Pembimbing:
Dra. Latifah, M. Pd. Kelas X MIPA 1 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Blitar.
Kata kunci: kesadaran, penggunaan motor, konsumtif
Karya tulis ini dilatar belakangi oleh kebiasaan masyarakat dari berbagai kalangan yang selalu mengandalkan sepeda motor untuk menempuh suatu tempat. Baik tempat yang berjarak jauh maupun dekat. Berkendaraan dengan menggunakan sepeda motor kini sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat dari berbagai kalangan. Namun dalam realita yang terjadi, sesungguhnya masyarakat telah salah mengartikan penggunaan sepeda motor. Sebagai contoh banyak sekali masyarakat yang memilih menggunakan sepeda motor untuk menempuh tempat yang berjarak dekat. Misalnya pergi ke warung. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan kerugian dalam jangka waktu yang lama, yaitu munculnya gaya hidup boros (konsumtif).
Konsumtif sendiri dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Masyarakat sendiri telah sadar bahwa menggunakan sepeda motor merupakan salah satu indikator gaya hidup konsumtif, namun masyarakat cenderung tidak ingin meminimalisir, dengan alasan mengendarai motor akan menghemat waktu, tenaga, efisiensi, keamanan, dan juga rasa malas.
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat sebenarnya telah sadar bahwa penggunaan sepeda motor untuk menempuh jarak yang dekat merupakan salah satu indikator dari gaya hidup konsumtif. Namun kesadaran mereka tidak diikuti dengan upaya meminimalisir penggunaan sepeda motor, dengan alasan penghematan waktu, tenaga, efisiensi, keamanan, dan rasa malas.
KATA PENGANTAR
Bimbingan yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Kuasa sungguh menjadi semangat dan dasar bagi kami dalam menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Hubungan Kesadaran Masyarakat Terhadap Gaya Hidup Konsumtif”. Oleh karena itu, kami mengucap syukur karena kami dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik dan tepat waktu tanpa suatu halangan apapun. Karya tulis ini merupakan tugas Sosiologi di kelas X semester 2 dan juga merupakan syarat kenaikan kelas bagi kami ke kelas XI.
Dengan selesainya karya ilmiah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Drs. Ahmad Damanhuri, M M.Pd., selaku kepala SMA Negeri 1 Blitar yang memfasilitasi penulis dalam membuat karya ilmiah.
2. Dra. Latifah, M.Pd., selaku guru mata pelajaran Sosiologi, sekaligus pembimbing dalam pembuatan karya ilmiah.
3. Orang tua serta teman-teman khusunya X MIPA 1yang telah memberikan dukungan dalam membuat karya ilmiah.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan karya tulis ini di masa yang akan datang. Semoga karya tulis ini dapat menjadi referensi dan tambahan materi pembelajaran bagi kita semua, Amin Yaa Robbal Alamin.
Blitar, Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan.............................................................................................. i
Abstrak.................................................................................................................. ii
Kata Pengantar..................................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................................... iv
BAB I.... PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah...................................................................... 2
1.3 Pembatasan Masalah...................................................................... 2
1.4 Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.5 Tujuan Penelitiaan.......................................................................... 2
1.6 Manfaat Penelitian......................................................................... 3
BAB II..... KERANGKA TEORI ATAU KAJIAN PUSTAKA......................... 4
................. 2.1 Deskripsi Teori............................................................................... 4
................. 2.2 Penelitian Relevan......................................................................... 5
................. 2.3 Kerangka Berpikir.......................................................................... 5
................. 2.4 Hipotesis Penelitian....................................................................... 5
BAB III... METODE PENELITIAN................................................................... 7
................. 3.1 Lokasi Penelitian............................................................................ 7
................. 3.2 Waktu Penelitian............................................................................ 7
................. 3.3 Bentuk dan Strategi Penelitian...................................................... 7
................. 3.4 Sumber Data.................................................................................. 8
................. 3.5 Teknik Pengumpulan Data............................................................. 8
................. 3.6 Teknik Cuplikan atau Sampling..................................................... 8
................. 3.7 Validitas Data................................................................................ 9
................. 3.8 Teknik Analisis.............................................................................. 9
BAB IV... PEMBAHASAN DAN ANALISIS................................................. 11
................. 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian.......................................................... 11
................. 4.2 Pokok-Pokok Temuan Penelitian................................................. 11
................. 4.3 Pembahasan/Analisis.................................................................... 11
BAB V..... KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 26
................. 5.1 Kesimpulan.................................................................................. 26
................. 5.2 Saran............................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 27
LAMPIRAN........................................................................................................ 28
DAFTAR FOTO................................................................................................. 29
BIODATA PENULIS 31 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi telah berkembang semakin pesat hingga di semua bidang, salah satunya di bidang transportasi. Transportasi darat merupakan jenis transportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan. Salah satu contoh alat transportasi darat yang paling banyak kita jumpai saat ini yaitu sepeda motor. Mengendarai sepeda motor tidak perlu menguras energi terlalu banyak. Karena alasan itulah, pengguna sepeda motor semakin hari juga semakin meningkat.
Berkendaraan dengan menggunakan sepeda motor kini sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat dari berbagai kalangan. Baik di kalangan dewasa, remaja maupun anak-anak yang usianya masih jauh dari batas minimal ketentuan. Ketika ingin pergi ke tempat-tempat umum yang jaraknya relatif dekat sekalipun, mereka lebih senang mengendarai sepeda motor. Mengendarai motor selain lebih praktis dan efisien, juga meningkatkan status pemilik.
Dalam realita yang terjadi, sesungguhnya masyarakat telah salah mengartikan penggunaan sepeda motor. Sebagai contoh banyak sekali masyarakat yang memilih menggunakan sepeda motor untuk menempuh tempat yang berjarak kurang dari 100 meter. Misalnya pergi ke warung. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan kerugian dalam jangka waktu yang lama dan akan berdampak pada masalah sosial.
Dalam penelitian ini peneliti berharap masyarakat dapat menyadari tentang dampak penggunaan sepeda motor yang cenderung berlebihan dan kurang sesuai. Setelah mengetahui dampak tersebut diharapkan masyarakat dapat meminimalisir penggunaan sepeda motor yang berlebihan. Sehingga ke depannya masalah sosial yang disebabkan oleh hal tersebut sedikit demi sedikit dapat teratasi.
1.2 Identifikasi Masalah
a. Hubungan, menurut KBBI artinya adalah sangkut-paut. Yang kami maksud adalah sangkut-paut atau keterkaitan suatu hal dengan hal lain.
b. Kesadaran, menurut KBBI artinya adalah hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.
c. Masyarakat, menurut KBBI artinya adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
d. Gaya hidup, menurut KBBI artinya adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat.
e. Konsumtif, menurut KBBI artinya adalah bersifat konsumsi (hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri) atau bergantung pada hasil produksi pihak lain
1.3 Pembatasan masalah
Batas ruang lingkup masalah yang akan kami teliti antara lain:
1. Penggunaan sepeda motor sebagai indikator gaya hidup konsumtif di kalangan masyarakat.
2. Siswa SMAN 1 Blitar sebagai subjek penelitian.
1.4Rumusan Masalah
1.4.1Apa faktor atau alasan yang mendorong masyarakat menggunakan sepeda motor untuk bepergian ke suatu tempat yang dekat?
1.4.2 Bagaimana dampak sosial yang ditimbulkan akibat penggunaan sepeda motor yang kurang sesuai?
1.4.3 Bagaimana hubungan kesadaran masyarakat mengenai penggunaan sepeda motor yang berlebihan?
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Dapat mengetahui faktor atau alasan yang mendorong masyarakat menggunakan sepeda motor untuk menempuh tempat yang dekat.
1.5.2 Mengetahui dampak sosial yang ditimbulkan akibat penggunaan sepeda motor yang kurang sesuai.
1.5.3 Mengetahui hubungan kesadaran masyarakat mengenai penggunaan sepeda motor yang berlebihan.
1.6Manfaat Penulisan
1.6.1 Bagi penulis
· Memperluas wawasan penulis
· Untuk memenuhi syarat kenaikan kelas
1.6.2 Bagi pembaca
· Memperluas wawasan pembaca mengenai penggunaan sepeda motor yang kurang sesuai dan dampak yang ditimbulkan.
· Mengetahui apa hubungan penggunaan sepeda motor dengan gaya hidup boros.
1.6.3 Bagi sekolah
· Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk memperbaiki praktik – praktik pembelajaran, serta menjadi sarana tambahan dalam menjalankan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa, khususnya pada mata pelajaran sosiologi.
BAB II
KAJIAN TEORI ATAU KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori
Gaya hidup (Bahasa Inggris: lifestyle) adalah bagian dari kebutuhan sekundermanusia yang bisa berubah bergantung zaman atau keinginan seseorang untuk mengubah gaya hidupnya. Istilah gaya hidup pada awalnya dibuat oleh psikolog Austria, Alfred Adler, pada tahun 1929. Pengertiannya yang lebih luas, sebagaimana dipahami pada hari ini, mulai digunakan sejak 1961. Gaya hidup bisa dilihat dari cara berpakaian, kebiasaan, dan lain-lain. Gaya hidup bisa dinilai relatif tergantung penilaian dari orang lain. Gaya hidup juga bisa dijadikan contoh dan juga bisa dijadikan hal tabu. Contoh gaya hidup baik: makan dan istirahat secara teratur, makan makanan 4 sehat 5 sempurna, dan lain-lain. Contoh gaya hidup tidak baik: berbicara tidak sepatutnya, makan sembarangan, dan lain-lain. Kesehatan bergantung pada gaya hidup.
Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan.
Selain itu, kata “konsumerisme” berarti paham atau gaya hidup yang menganggap barang-barang mewah sebagai ukuran kebahagian, kesenangan, gaya hidup yang tidak hemat (KBBI II, 1999: 521). Selain itu dalam kamus Induk istilah, konsumerisme mempunyai arti “Bentuk pemakaian barang yang tidak menurut kebutuhan, tetapi hanya berdasarkan tuntutan gengsi semata; Sikap, gaya hidup atau paham yang menganggap bahwa pemakain atau pemilikan barang-barang mewah merupakan ukuran kebahagiaan, kesenangan atau gaya hidup yang tidak hemat.” (KII,2003: 414)
2.2 Penelitian yang Relevan
Pendekatan penelitian berkaitan dengan tujuan utama penelitian. penulis bermaksud untuk menjelaskan hasil pengamatan suatu variabel apa adanya, membandingkan antara aspek yang diteliti, serta menghubungkan antara variabel. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Jariyanto Setiawan (2014) yang berjudul “Penggunaan Sepeda Motor di Kalangan Mahasiswa FKIP UNS” mendiskripsikan bahwa alasan mahasiswa lebih memilih menggunakan sepeda motor karena menghemat waktu, menghemat tenaga, serta efisiensi pengeluaran.
Hasil penelitian tersebut akan kami jadikan rujukan dalam penelitian yang akan kami lakukan.
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini kami dasari pada aspek-aspek yang memengaruhi terjadinya pola hidup masyarakat yang berorientasi pada sesuatu yang bersifat praktis. Dalam hal tersebut, terdapat beberapa pengaruh seperti keadaan yang memaksa masyakat, faktor ekonomi, faktor gengsi, serta alasan yang menjadikan berkendara dengan sepeda motor pada jarak yang dekat tersebut menjadi suatu hal yang wajar dan bukan suatu tindakan yang salah menurut masyarakat sehingga masyarakat melakukannya tanpa menyadari bahwa hal tersebut merupakan suatu tindak pemborosanyang mengacu pada tindakan konsumtif.
2.4 Hipotesis penelitian
Penggunaan kendaraan seperti motor untuk menempuh jarak yang sebenarnya bisa ditempuh dengan berjalan atau bersepeda menjadi fenomena sosial yang mengacu pada pola konsumtif dari sebuah wujud modernitas dan gaya hidup masyarakat dalam pelaksanaannya tampilan yang muncul harus mengalami seleksi dan pembandingan terhadap fungsi serta keuntungan yang diberikan.
Tindakan yang dilakukan termasuk ke dalam perilaku konsumerisme. Menggunakan kendaraan seperti motor untuk menempuh jarak yang sebenarnya bisa ditempuh dengan berjalan atau bersepeda sama saja dengan mengonsumsi suatu barang secara berlebihan (konsumtif). Karena telah diketahui pengertian konsumtif sendiri adalah perilaku boros yang mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan. Walaupun demikian, masyarakat pasti mempunyai alasan tertentu menggunakan kendaraan seperti motor untuk menempuh jarak yang tak terlampau jauh, yaitu :
1. Penghematan waktu
Dengan menggunakan kendaraan seperti motor untuk menempuh suatu jarak tentunya akan lebih cepat sehingga waktu yang dibutuhkan lebih sedikit. Hal tersebut berarti telah menghemat waktu.
2. Penghematan tenaga
Penggunaan kendaraan seperti motor untuk menempuh jarak yang sebenarnya bisa ditempuh dengan berjalan atau bersepeda tentunya tidak akan membutuhkan tenaga yang besar. Sehingga dapat menghemat atau meminimalisir pengeluaran tenaga manusia. Pada dasarnya sepeda motor diciptakan untuk memudahkan manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak tertentu. Dibanding dengan berjalan kaki atau bersepeda yang tentunya akan membutuhkan tenaga yang lebih besar. Oleh karena itu, banyak masyarakat dari berbagai kalangan yang memilih menggunakan sepeda motor daripada berjalan kaki atau bersepeda meskipun jarak yang mereka tempuh relatif sangat dekat
Penggunaan sepeda motor yang berlebihan dapat membawa dampak sosial. Dampak yang ditimbulkan adalah munculnya sikap individualisme antar individu di dalam masyarakat. Masyarakat sendiri masih kurang sadar mengenai penggunaan motor yang berlebihan tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di daerah Blitar dimana SMA Negeri 1 Blitar sebagai sampel lokasi yang kami teliti.
3.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga awal Maret 2016.
3.3 Bentuk dan Strategi Penelitian
Bentuk penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan karya ilmiah yang menggunakan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dengan orang-orang atau perilaku yang dapat diamati terhadap status kelompok orang atau manusia, suatu obyek, dan suatu kelompok kebudayaan. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai nprosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat) pada saat sekarang berdasarkan pada fakta-fakta yang tampak.
Metode penelitian kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode kualitatif menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode kualitatif lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Metode penelitian yang kami gunakan adalah penelitian fenomenologi yang termasuk ke dalam penelitian kualitatif. Penelitian fenomenologi merupakan penelitian yang berawal dari gejala atau fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat. Pada studi kasus, fenomena yang terjadi diselidiki secara mendalam untuk mengungkap fakta dalam gejala atau fenomena sosial. Dalam penelitian ini, kami sebagai peneliti berusaha menafsirkan atau menginterpretasikan makna fenomena dengan teori yang sesuai karakteristik fenomena tersebut. Penelitian ini kami lakukan dalam situasi yang alami dan apa adanya.
4
4.1
4.2
4.3
4.4 Sumber Data
Wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada beberapa responden, yaitu siswa SMAN 1 Blitar.
4.5 Teknik Pengumpulan Data
Penggunaan teknik pengumpulan data harus disesuaikan dengan instrumen yang digunakan. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan wawancara langsung kepada subyek penelitian dengan alasan agar dapat memperoleh data yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan. Untuk mendapatkan data yang baik dan tepat, penulis terlebih dahulu menetapkan sumber data yang diperlukan. Hasil dari wawancara tersebut tersebut kemudian dilakukan transkripsi, dan pemahaman agar ada kejelasan perbedaan antara bahasa sehari-hari dengan bahasa literatur sehingga dapat diperoleh bahasa ilmiah yang tepat.
Dalam pelaksanaannya, peneliti menyampaikan beberapa pertanyaan kepada narasumber penelitian tentang hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan kendaraan (motor) untuk menempuh suatu jarak tertentu dan hubungannya dengan kesadaran masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disampaikan kepada narasumber sampai bisa membuka dan mengungkap baik pengalaman/pengetahuan eksplisit maupun yang tersembunyi di balik itu, termasuk informasi yang berkaitan dengan masa lampau, sekarang, maupun saran dan harapan ke depannya. Penulis melakukan pengumpulan data secara sistematis sesuai apa yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam proses wawancara ini diharapkan terjadi diskusi, obrolan spontanitas dengan subyek penelitian sebagai pemecahan masalah.
4.6 Teknik Cuplikan atau Sampling
Sampel adalah himpunan bagian (subset) dari suatu populasi, sedangkan sampling adalah proses seleksi dan pengambilan sebuah sampel dari populasinya (Zainuddin, 2011).
Dalam suatu penelitian, metode sampling menjadi salah satu aspek yang penting dan diperlukan, karena akan menentukan validitas eksternal dari hasil penelitian, dalam arti menentukan seberapa luas atau sejauhmana keberlakuan atau generalisasi kesimpulan hasil penelitian. Dengan demikian, kualitas sampling akan menentukan kualitas kesimpulan suatu penelitian. Oleh karena itu, setiap kelemahan dalam metode sampling akan menyebabkan kelemahan kesimpulan, kelemahan ramalan atau dalam tindakan yang mendasarkan pada hasil penelitian tersebut (Zainuddin, 2011).
4.7 Validitas Data
Menurut Arikunto (2010), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan kevalidan atau kesahihan sebuah instrumen. Suatu instrumen dinyatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Menurut Sugiyono (2013), validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Suatu data dikatakan valid apabila tidak ada perbedaan antar data yang dilaporkan peneliti dengan data yang sesungguhnya. Untuk itu setelah melakukan pengamatan, peneliti melakukan wawancara guna menguji keabsahan dan kepastian kebenarannya. Sehingga dari data yang didapat terbukti valid.
4.8 Teknik Analisis
Analisis adalah upaya atau cara untuk mengolah data menjadi informasi sehingga karakteristik data tersebut bisa dipahami dan bermanfaat untuk solusi permasalahan, terutama masalah yang berkaitan dengan penelitian. Analisis juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mengubah data hasil dari penelitian menjadi informasi yang nantinya bisa dipergunakan dalam mengambil kesimpulan.
Teknik analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis data kualitatif secara deskriptif. Pengertian analisis data kualitatif menurut (Bogdan & Biklen, 1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain yang didapat dari kegiatan wawancara. Hasil wawancara diolah lebih mendalam dan diperiksa keabsahannya, serta membandingkannya dengan berbagai informasi yang terkait.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
SMAN 1 Blitar merupakan lokasi yang kami pilih untuk melakukan penelitian ini. SMAN 1 Blitar merupakan salah satu sekolah unggulan di Kota Blitardimana sebagian besar siswanya menggunakan sepeda motor sebagai sarana transportasi ke sekolah sehingga kami menjadikan beberapa siswa di SMAN 1 Blitar sebagai sampel dari masyarakat dan kami menjadikan SMAN 1 Blitar sebagai lokasi penelitian.
4.2 Pokok-Pokok Temuan Penelitian
· Dari 11 sampel siswa yang telah kami wawancara, semua responden pernah bepergian dengan mengendarai sepeda motor dalam kurun waktu antara tanggal 19 – 26 Februari 2016.
· Dari 11 sampel siswa yang telah kami wawancara, 9 responden pergi ke tempat umum dengan mengendarai sepeda motor.
· Dari 11 sampel siswa yang telah kami wawancara, 10 responder menyatakan bahwa tempat tujuan mereka dapat dijangkau dengan bersepeda atau berjalan kaki tanpa menggunakan sepeda motor.
· Dari 11 sampel siswa yang telah kami wawancara, 8 responden beralasan pergi ke tempat tujuan mereka menggunakan sepeda motor agar menghemat waktu. Alasan lainnya yaitu agar tidak cepat lelah, faktor kesehatan, efisien, keamanan, dan karena malas.
· Dari 11 sampel siswa yang telah memberikan pendapat mereka tentang kebiasaan menggunakan sepeda motor tersebut, 10 responden sadar bahwa kebiasaan yang mereka lakukan mengacu pada pemborosan atau konsumtif.
4.3 Pembahasan/Analisis
4.3.1 Pengertian Konsumtif dan Gaya Hidup
4.3.1.1 Perilaku Konsumtif
Lubis (Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah kencenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan.
Sedangkan Anggasari (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Lebih lanjut Dahlan (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata.
Kesimpulannya adalah perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kencenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik.
4.3.1.2 Gaya Hidup
Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dan Mowen (1995) gaya hidup adalah suatu pola hidup yang menyangkut bagaimana orang menggunakan waktu dan uangnya. Gaya hidup juga dapat didefinisikan sebagai suatu frame of reference atau kerangka acuan yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku, dimana individu tersebut berusaha membuat seluruh aspek kehidupannya berhubungan dalam suatu pola tertentu, dan mengatur strategi begaimana ia ingin dipersepsikan oleh orang lain.
Gaya hidup terdiri dari kegiatan, minat, dan opini. Kegiatan adalah tindakan nyata seperti menonton suatu media, berbelanja di toko, atau menceritakan kepada orang lain mengenai hal baru (perilaku konsumtif). Minat akan semacam objek, peristiwa, atau topik adalah tingkat kegairahan yang menyertai perhatian khusus maupun terus menerus kepadanya. Opini adalah “jawaban” lisan atau tertulis yang orang berikan sebagai respon terhadap situasi stimulus dimana semacam pertanyaan diajukan.
4.3.2 Perilaku Konsumtif yang Menjadi Bagian dari Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang yang akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang. Gaya hidup ikut berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan didukung oleh fasilitas-fasilitas yang ada (Wagner, 2009). Dalam artian luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah.
Gaya hidup yang lambat laun merambah ke seluruh aspek kehidupan dapat menjadi budaya tersendiri. Gaya hidup konsumtif seseorang meluas menjadi budaya konsumtif sekelompok masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu di antaranya adalah fenomena konformitas yang sangat wajar terjadi di kalangan remaja dan dewasa muda.
4.3.3 Faktor Pembentuk Budaya Konsumtif
Menurut Soekanto (1942), di dalam setiap masyarakat terdapat apa yang dinamakan pola-pola perilaku atau patterns of behavior. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masayarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. Kecuali terpengaruh oleh tindakan bersama tadi, maka pola-pola perilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakatnya.
Dalam berbagai kepustakaan, ada semacam kesepakatan bahwa sikap tidak lain merupakan produk dari proses sosialisasi di mana sikap seseorang terhadap obyek yang bersangkutan dipengaruhi oleh lingkungan sosial serta kesediaan untuk bereaksi terhadap obyek tersebut (Widaghdo, 1999). Hal ini dapat dihubungkan dengan budaya konsumtif, di mana sikap seseorang terhadap rasa inginnya untuk memiliki sesuatu menjelma menjadi kebutuhan tersier yang wajib dipenuhi dengan segera. Pemenuhan dengan segera merupakan langkah yang harus dilakukan akibat orang tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, dan ia bereaksi dengan mengikuti mayoritas orang di sekitarnya yang memiliki perilaku konsumtif.
Budaya konsumtif yang paling sering kita temui di kehidupan sehari-hari di antaranya adalah kebiasaan berbelanja (shopping) yang menggelayuti berbagai kalangan. Di kalangan menengah ke bawah, budaya konsumtif paling sering terlihat di saat momen Hari Raya Lebaran. Bagaimanapun keadaan ekonomi mereka saat itu, kegiatan berbelanja pakaian baru bagi seluruh anggota keluarga nampaknya telah menjadi suatu keharusan. Mereka merasa seperti ada yang kurang bila tidak mengenakan segala sesuatu yang baru di hari raya. Tidak kalah dengan kalangan menengah ke bawah, kalangan menengah ke atas pun memiliki budaya konsumtif dalam bentuk yang berbeda. Kalangan ini lebih senang membelanjakan uangnya pada tempat yang sedang tren. Sebagai contoh, ketika sebuah perusahaan clothingasal Swedia, H&M, baru-baru ini membuka cabangnya di beberapa kota besar di Indonesia, secara masive para pengunjung pusat-pusat hiburan di mana toko tersebut berada berbelanja dan memanjakan matanya di sana. Antrian yang mengular di depan pintu toko tersebut menarik perhatian pengunjung mall yang lewat, meninggalkan kesan bahwa toko tersebut memang berkualitas bagus dan atau berharga murah. Padahal, sebagian besar orang yang mengantre merupakan ‘konsumen dadakan’ yang mungkin bahkan belum menyiapkan dana untuk berbelanja. Hanya didasari oleh fenomena konformitas ditambah dengan perilaku konsumtif dari diri masing-masing, sebagian besar pengunjung mall tertarik untuk ikut berbelanja di toko tersebut.
Fenomena konformitas sesungguhnya bukanlah tantangan yang tidak bisa dihadapi oleh masyarakat madani. Kelemahan terbesar yang membuat sebagian besar masyarakat menjadi pengikut arus adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri. Menurut Ogburn (dalam Lauer, 1993), ketidakmampuan menyesuaikan diri berakibat bagi kualitas hidup manusia. Ia menyatakan ada dua jenis penyesuaian sosial. Pertama, penyesuaian antara berbagai bagian kebudayaan. Kedua, penyesuaian antara kebudayaan dan manusia. Pengertian diri tak dapat dilepaskan dari konteks sosial maupun budaya, karena meskipun merupakan kumpula relasi dengan dunia, diri juga memiliki kemampuan untuk memilah-milah pengaruh dari luar dan memilih unsur mana yang akan diintegrasikan dalam konfigurasi diri. Manajemen terhadap diri sendiri dimungkinkan dan hanya dapat dilakukan dengan pemanfaatan kesadaran dalam beberapa derajat, dari derajat terendah hingga derajat tertinggi yang mungkin dicapai (Takwin, 2008). Sebetulnya, apabila masyarakat masing-masing dapat menyesuaikan diri terhadap kebudayaan baru yang datang dari luar serta terhadap orang lain yang menjadi role model-nya, budaya konsumtif tidak akan mewabah atau bahkan menjadi salah satu ciri masyarakat Indonesia.
Selain fenomena konformitas, brand awareness juga menjadi faktor berkembangnya budaya konsumtif. Brand awarenessmerupakan kemampuan pembeli dalam mengenal suatu merek secara cukup detil dalam suatu kategori tertentu sehingga memudahkannya membeli (Ismarrahmini & Brotoharsojo, 2005). Dalam konteks budaya konsumtif, brand awareness dapat mencakup loyalitas merek, di mana sesorang dengan perilaku konsumtif dapat membeli suatu barang yang sebetulnya tidak ia butuhkan, namun atas dasar loyalitas terhadap merek yang ia percaya, ia tetap membeli barang tersebut.
Salah satu strategi pemasaran, yaitu strategi perluasan merek ikut membantu perusahaan dalam mendapatkan loyalitas merek dari konsumen. Strategi perluasan merek berusaha memasukkan produk baru pada pasar yang sudah tercipta. Dengan menggunakan merek yang sudah diterima konsumen, konsumen cenderung dapat mengurangi resiko yang mungkin diterima dari peluncuran produk baru melalui merek yang sama. Nama merek yang telah dikenal baik dan disukai akan membentuk harapan konsumen berkaitan dengan kemungkinan komposisi dan kinerja sebuah produk baru didasarkan pada apa yang telah mereka ketahui tentang merek itu sendiri dan pada tingkat mana konsumen merasa informasi tersebut relevan dengan produk baru (Keller, dalam Barrett, et al : 1999).
4.3.4 Strategi Konsumerisme
1. Pencitraan dan status sosial
Terjadi pergeseran yang signifikan dalam masyarakat dalam mengkonsumsi barang, yaitu: dari nilai guna menjadi nilai citra. Barang dibeli tidak dilihat dari aspek kegunaannya, tetapi dari statusnya. Membeli hp dengan fitur terbaru dan bentuk seperti hp termahal menunjukkan citra golongan tertentu. Hp lama dianggap jadul dan hp baru semakin diminati. Pada tingkat ini, image dan status menyatu dalam dunia ide manusia. Ketika orang membayangkan dan mengingini barang tersebut, maka pencitraan sudah menunjukkan fungsinya dalam diri orang tersebut. Memiliki barang tertentu berarti memiliki status sosial tertentu Pencitraan bahkan dilakukan melewati realita yang ada (hyperrealitas). Dalam masyarakat yang demikian, rasio kegunaan berubah menjadi rasio keinginan. Yang disentuh dalam hal ini adalah ego konsumen.
2. Budaya Massa
Pada waktu yang bersamaan dengan pencitraan, postmodernisme mengumandangkan persamaan. Barang diproduksi secara masal dan dapat dikonsumsi semua orang. Semua mengkonsumsi hp, dari kalangan ekonomi atas sampai kalangan ekonomi rendah. Hp bukan lagi merupakan barang yang mewah. Dalam kaitan dengan pencitraan dan status sosial, maka perbedaan kecil saja dapat dijadikan menjadi personalisasi golongan tertentu. Sebab itu, pola: perbedaan – persamaan (budaya masa) – perbedaan kembali meski kecil, mengarahkan semangat konsumsi dalam masyarakat. Pada dua strategi ini, iklan media dan televisi menjadi alat untuk membentuk pola pikir ini dalam masyarakat.
3. Lingkaran Produksi: semakin banyak produksi, harga semakin murah
Logika semakin banyak produksi, harga semakin murah, membuat produsen memproduksi barang sebanyak mungkin. Produksi yang semakin menimbun membuat persaingan semakin meningakat dan produsen memikirkan pola pencitraan yang tepat. Pola ini melingkar dan membentuk sebuah rangkai produksi dan konsumsi dalam masyarakat. Proses konsumsi pada akhirnya dimasukkan dalam proses produksi dengan memproduksi pencitraan.
4.3.5 Teori Mengenai Konsumerisme
1. Teori Produksi Karl Max
Teori ini mengetengahkan pertentangan antara kaum buruh dan kaum pengusaha. Di dalamnya didapati konsep mengenai ideologi, fetisisme komoditas dan reifikasi. Hal ini mengarahkan pada pencarian sosok yang paling bertanggungjawab dalam pembuatan pencitraan dan fenomena konsumerisme sekaligus komoditas yang ditunjukkan dan pola pengasingan masyarakat yang terjadi.
2. Teori Pasca Strukturalisme
Telah strukturalisme menunjukkan perilaku konsumsi dijalankan oleh pemaknaan yang terjadi. Dari perspektif struktural, yang dikonsumsi adalah tanda (pesan, citra) dan bukan sekedar komoditas. Dari situ dapat didefinisikan hubungan semuanya dengan seluruh komoditas dan tanda. Dengan strukturalisme bahkan dapat juga dijangkau logika bawah sadar berupa kode dan tanda.
4.3.6 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumerisme
4.3.6.1 Faktor eksternal atau lingkungan
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana individu tersebut dilahirkan dan dibesarkan. Konsumen yang berasal dari lingkungan yang berbeda akan memiliki penilaian, kebutuhan, dan selera yang berbeda-beda. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah:
a. Kebudayaan
Manusia dengan kemampuan akal budinya telah mengembangkan berbagai macam sistem perilaku demi keperluan hidupnya. Faktor budaya mempunyai pengaruh paling luas dan mendalam dalam perilaku konsumen. Menurut Stanton (Swastha dan Handoko, 1982, h.59) kebudayaan merupakan simbol dan fakta yang kompleks, diciptakan manusia, dan diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur perilaku manusia dalam masyarakat yang ada. Kebudayaan adalah determinan yang paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang (Kotler, 1995, h.203-204). Pengaruh kebudayaan pada perilaku konsumen dapat tercermin pada cara hidup, kebiasaan, dan tradisi dalam permintaan akan bermacam-macam barang dan jasa di pasar.
b. Sub kebudayaan
Kebudayaan terdiri atas sub-sub budaya yang lebih kecil. Sub-sub budaya ini memberikan banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bagi anggota-anggotanya. Sub kebudayaan terdiri atas kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis (Kotler, 2000, h.183).
c. Kelas sosial
Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa (Kotler, 2000, h, 186).
Perilaku konsumen antar kelas sosial yang satu akan berbeda dengan kelas sosial yang lain. Pada umumnya seseorang dari golongan bawah akan menggunakan uangnya dengan cermat bila dibandingkan dengan mereka yang berasal dari golongan atas. Konsumen dari golongan atas, dalam memilih barang biasanya cenderung berbelanja dengan memilih yang terbaik (Swasta dan Handoko, 1987, h 63).
d. Kelompok sosial atau referensi
Swastha dan Handoko (1987, h.66) menyatakan bahwa manusia sejak lahir mempunyai keinginan untuk menjadi satu dengan lingkungannya dan berinteraksi dengan manusia lain. Keinginan tersebut menimbulkan kelompok sosial yaitu kesatuan sosial yang menjadi tempat individu berinteraksi satu sama lain.
Kelompok sosial ini sering disebut sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan adalah kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap pendirian atau perilaku seseorang (Kotler, 1995, h.208).
e. Keluarga
Keluarga merupakan pengaruh utama dalam pembentukan sikap dan perilaku seseorang. Peranan setiap anggota keluarga dalam membeli berbeda-beda menurut barang yang akan dibelinya. Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku membeli (Swastha dan Handoko, 1987, h.70).
Kotler menambahkan bahwa selain kelima faktor diatas ada satu lagi faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumtif, yaitu peran dan status sosial. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status.
4.3.6.2 Faktor internal, terdiri atas:
a. Motivasi
Kotler (1995, h.216) motif atau dorongan adalah suatu kebutuhan yang dapat mendorong seseorang untuk bertindak. Motivasi seseorang dalam membeli adalah memuaskan dorongan kebutuhan dan keinginan yang diarahkan untuk mengurangi rasa ketegangan.
b. Pengamatan
Pengamatan merupakan respon dimana konsumen menyadari dan menginteprestasikan aspek lingkungan. Pengamatan seseorang dipengaruhi oleh pengalamannya. Pengalaman diperoleh dari semua perbuatan di masa lalu yang dipelajari. Hasil pengamatan individu akan membentuk pandangan tertentu terhadap suatu produk.
c. Belajar
Perubahan perilaku terjadi karena adanya pengalaman (Swastha dan Handoko, 1987, h.84). Proses belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku individu yang bersumber dari pengalaman. Proses pembelian oleh konsumen merupakan proses belajar yang dapat terjadi bila konsumen ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasaan.
d. Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang ada pada individu yang sangat menentukan perilakunya (Mangkunegara, 2002, h.46). Kepribadian dapat diuraikan dalam sifat-sifat percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, menyesuaikan diri, dan keagresifan (Kotler dan Amstrong, 2001, h.211). Sifat-sifat ini berbeda pada tiap individu. Perubahan sifat-sifat individu tentunya akan membentuk pola perilaku yang berbeda pula, termasuk dalam hal mengkonsumsi suatu barang.
e. Konsep diri
Menurut Kotler dan Amstrong (2001, h.211) dasar pemikiran konsep diri adalah apa yang dimiliki seseorang memberi kontribusi dan mencerminkan identitas mereka. Konsep diri merupakan cara kita melihat diri sendiri dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa yang kita pikirkan (Mangkunegara, 2002, h.47). Konsep diri yang berbeda pada setiap orang menyebabkan pandangan seseorang dalam membeli produk juga berbeda.
f. Sikap dan keyakinan
Sikap merupakan evaluasi, perasaan, emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap membeli dilakukan konsumen berdasarkan pengalaman dan proses belajar yang dapat berupa sikap positif atau negatif terhadap produk tertentu (Kotler dan Amstrong, 2001, h.218).
Keyakinan merupakan gambaran pemikiran yang dianut seseorang terhadap suatu hal. Menurut Kotler dan Amstrong (2001, h.218) keyakinan seseorag didasarkan pada pengetahuan, pendapat, atau kepercayaan.
g. Gaya Hidup
Gaya hidup menggambarkan cara hidup dan tingkah laku seseorang. Menurut Assael (1984, h.236) gaya hidup secara garis besar didefinisikan sebagai kecenderungan dalam hidup yang diidentifikasikan dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang dianggapnya penting dalam lingkungannya (interes), dan bagaimana orang tersebut memikirkan diri dan dunia sekelilingnya (opini).
Gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh kebudayaan, demografi, ekonomi, dan aspek psikologis orang yang bersangkutan. Gaya hidup juga terkait dengan status sosial individu (Kotler dan Amstrong, 2001, h.208).
h. Keadaan ekonomi dan pekerjaan
Pilihan terhadap suatu produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang (Kotler, 2000, h.191). Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkat, status, dan polanya), tabungan dan kekayaan, kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap pengeluaran. Seseorang akan membeli barang yang dibutuhkan atau diinginkan jika pendapatan yang dialokasikan untuk pembelanjaan memungkinkan.
i. Usia dan tahap siklus hidup
Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Usia seseorang mempengaruhi selera seseorang terhadap pakaian, perabot, dan rekreasi (Kotler dan Amstrong, 2001, h.206).
4.3.7 Pengaruh Konsumerisme
4.3.7.1 Pengaruh Positif
1. Konsumerisme dapat meningkatkan dinamika dalam masyarakat. Dinamika dalam masyarakat dibutuhkan dalam upaya menuju perkembangan masyarakat. Memang tidak selamanya dinamika mengarah kepada hal yang positif (perkembangan), tetapi masyarakat yang dinamis menyimpan potensi semangat untuk melakukan perubahan.
2. Konsumerisme didukung dengan berbagai kemudahan yang ditunjukkan. Salah satunya adalah barang-barang yang serba unik, baru dan melimpah. Harga pasar yang terjangkau dan persaingan yang ketat. Dalam level praktis, konsumerisme selalu didukung dengan kemudahan pasar. Inilah yang mengakibatkan banyak kalangan melakukannya, bahkan, meskipun tidak menyadarinya.
4.3.7.2 Pengaruh Negatif
1. Konsumerisme menuntun masyarakat pada alienasi atau proses pengasingan dari diri dan keinginannya (bahkan rasionalitasnya). Masyarakat dijadikan proyek produksi yang diiming-imingi sesuatu dan diarahkan pada sesuatu. Masyarakat dibentuk dan dapat kehilangan kesadarannya (consiousness-nya). Ini dapat terlihat dalam pola budaya massa. Juga pencitraan melalui media massa.
2. Konsumerisme dapat melanggengkan ketidakadilan. Proses produksi dapat dengan mudah menindas kaum yang kecil dan keadilan tidak seimbang. Meskipun budaya massa dapat berarti menyeragaman, tetapi dilihat dari keseimbangan pendapatan dan kekayaan maka akan nampak semakin tidak seimbang. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin dan terbodohi.
3. Konsumerisme meningkatkan konsumsi dan membahayakan keseimbangan alam. Dengan pola produksi dan konsumsi yang berlebihan, beban bumi dalam menyeimbangkan alam menjadi semakin berat. Mari kita lihat limbah produksi, limbah hasil produksi disertai ketidakmauan berpikir untuk melakukan daur ulang. Hal ini dapat membahayakan bumi.
4. Konsumerisme dapat meningkatkan kriminalitas. Hal ini disebabkan karena meningkatnya keinginan dan kebutuhan, tanpa diimbangi dengan meningkatnya daya beli masyarakat. Meskipun ini adalah sisi negatif tidak langsung, tetapi hal ini harus diwaspadai.
4.3.8 Menyikapi Budaya Konsumtif yang Mewabah di Masyarakat
Dari peristiwa-peristiwa tersebut dapat kita lihat bagaimana budaya konsumtif secara perlahan tapi pasti menjelma menjadi salah satu ciri khas masyarakat perkotaan di Indonesia di era globalisasi ini. Terlepas dari karut-marut perekonomian di Indonesia, seperti naiknya harga BBM dan mahalnya harga sembako, masyarakat sepertinya selalu mempunyai dana untuk memenuhi nafsu belanjanya. Di satu sisi mereka menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM, tetapi di sisi lain mereka tetap bisa menghabiskan uang mereka untuk membeli barang-barang yang sebetulnya tidak mereka butuhkan.
Budaya konsumtif ini bukan tidak mungkin akan mengakar pada generasi-generasi selanjutnya, yang dikhawatirkan akan memberikan lebih banyak dampak negatif. Sebagai bagian dari generasi penerus, sudah sepatutnya kita lebih selektif dalam menerima budaya yang didapat dari dunia luar. Permasalahan sosial yang terjadi dewasa ini tidak menutup kemungkinan berasal dari suatu hal yang cukup sederhana seperti perilaku konsumtif. Karena perilaku konsumtif seseorang, maka orang lain yang merasa ingin mengikuti gaya hidupnya (misal karena yang bersangkutan adalah public figure) akan berusaha untuk mengikuti arus dan memilih gaya hidup yang ia anggap nyaman tersebut, padahal sebetulnya secara ekonomi ia tidak seberuntung orang yang ia jadikan panutan. Tetapi karena perilaku konsumtifnya menular, maka orang ini akan cenderung menghalalkan segala cara untuk tetap mengikuti tren tersebut, sehingga berdampak pada perilaku menyimpang seperti mencuri.
Dengan merasa percaya diri dan menjadi diri sendiri di manapun kita berada, kita telah berupaya menepis dampak negatif dari budaya konsumtif. Melatih kesabaran dengan tidak membeli semua hal yang kita inginkan, bukan kita butuhkan, juga dapat menjadi sikap yang baik di tengah maraknya budaya konsumtif. Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti mengurangi frekuensi berkunjung ke pusat perbelanjaan, menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat, dan lain sebagainya. Menyikapi fenomena yang terjadi setiap hari di sekitar kita memang bukan suatu hal yang mudah, tetapi alangkah baiknya kita melatih diri untuk bersikap tidak mengikuti arus apabila arus yang dimaksud lebih banyak membawa dampak negatif.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
· Faktor atau alasan yang mendorong masyarakat menggunakan sepeda motor untuk menempuh jarak yang dekat adalah untuk menghemat waktu, tenaga, kesehatan, keamanan, dan rasa malas.
· Dampak sosial yang timbul akibat penggunaan sepeda motor untuk menempuh jarak yang dekat tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat.
· Masyarakat sadar bahwa menggunakan sepeda motor untuk menempuh jarak yang dekat adalah salah bentuk dari gaya hidup boros atau konsumtif.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa saran bahwa seharusnya masyarakat berupaya mengurangi penggunaan sepeda motor dan beralih menggunakan sepeda sebagai alternatif kendaraan untuk menempuh tempat yang berjarak tidak terlalu jauh.
DAFTAR PUSTAKA
http://Budaya%20Konsumtif%20di%20Indonesia%20%20%20Gaya%20Hidup%20Masyarakat%20Global%20_%20inadlina.htm
Purwasih, Joan Hesti Gita, dkk. 2014. Sosiologi Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Klaten: Intan Pariwara.
LAMPIRAN
Pertanyaan yang kami ajukan dalam wawancara yaitu:
1. Selama seminggu terakhir ini, apakah Anda pernah bepergian dengan mengendarai sepeda motor?
2. Bisakah anda sebutkan tujuan Anda yang paling dekat?
3. Berdasarkan perkiraan Anda, apakah jarak tersebut mungkin dijangkau dengan berjalan kaki atau bersepeda? Jelaskan alasannya!
4. Mengapa Anda menggunakan sepeda motor?
5. Bagaimana pendapat dan saran Anda mengenai terjadinya hal tersebut?
DAFTAR FOTO
BIODATA PENULIS
Nama : Ananta Bryan Tohari Wijaya
Tempat lahir : Blitar
Tanggal lahir : 6 Januari 2000
Alamat rumah : Desa Panggungasri RT 04 RW 03Nomor
HP : 085330173388 / 085851405123
Nama : Cindy Rizkika Maharani
Tempat lahir : Blitar
Tanggal lahir : 26 Mei 2000
Alamat rumah : Jl. R.A. Kartini No 68 Kedung Bunder, Sutojayan
Nomor HP : 085791850520