Teknik Merancang Media (Sekolah)
Setiap sekolah yang telah memiliki media sudah seyogyanya melakukan kegiatan perencanaan media. Perencanaan media merupakan usaha untuk menerbitkan media melalui tahap ide hingga tahap evaluasi media. Biasanya penerbitan di sekolah dilakukan atas dasar hobi dan langsung menerbitkan tanpa melalui tahap-tahap yang sistematis. Meski begitu proses yang sederhana di atas bukanlah hal yang keliru dan salah. Hanya saja, pola perencanaan media yang sederhana tersebut memiliki kelemahan akan kelangsung media sekolah. Bagaimana pun sesuatu yang dirancang tanpa proses yang matang akan melahirkan produk yang kurang matang. Akibatnya banyak dari media yang dihasilkan terbit “BERKALA”, maksudnya “Kala-Kala Terbit, Kala-kala Tidak Terbit”.
Untuk itu dibutuhkan proses perencanaan media sekolah yang lebih matang mulai dari penentuan visi-misi media sampai dengan proses evaluasi media.Hal ini penting agar proses penerbitan media menjadi lebih tertib sehingga media tersebut dapat dibaca oleh khalayak tepat waktu sesuai masa terbit dan deadline.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu kiranya mengetahui proses kerja dalam penerbitan media. Terdapat lima langkah pokok dalam alur kerja penerbitan media (Ahmad Muntaha: 31). Kelimanya adalah:
1. Perencanaan, meliputi perencanaan isi, desain, biaya, sarana, waktu, personel atau orang.
2. Pengumpulan bahan, yaitu proses wawancara, observasi, riset dokumen, pemotretan semua obyek yang akan dimuat pada satu edisi.
3. Penyiapan bahan, yaitu penulisan, editing, penulisan ulang (rewriting), dan cetak foto bagi semua materi satu edisi.
4. Produksi (atau biasa disebut Artistik), meliputi setting, layout dan make up/cover; semua hal yang berkaitan dengan perwajahan media.
5. Proses di percetakan.
Namun bukan berarti setelah masuk di percetakan pekerjaan selesai. Ada beberapa tahap yang tidak boleh diabaikan, yakni:
6. Distribusi sesuai target pembaca. Tentu tidak hanya siswa, guru, tata usaha, tapi juga bisa jadi sekolah lain ataupun dinas pendidikan.
7. Evaluasi. Hal ini penting untuk mengukur sejauhmana media sekolah memiliki kualitas yang mumpuni. Evaluasi pada dasarnya yaitu memberikan penilaian atas mutu media yang meliputi isi berita, tata letak, pendistribusian serta usulan untuk edisi selanjutnya.
Lantas, bagaimanakah kita merencanakan media? Mungkin Anda sering membuat media dalam waktu beberapa hari ataukah Anda telah memiliki media ketika Anda baru menjadi anggota redaksi pada media tersebut. Terlepas dari semua itu. Sekarang marilah kita “menengok” bagaimana idealnya kita merencanakan media sekolah Anda.
TAHAP PERTAMA
MENENTUKAN VISI DAN MISI MEDIA
Visi dan misi setiap media bisa dipastikan berbeda, walaupun semuanya disatukan untuk menunjukkan fakta dan kebenaran, memberi informasi, mendidik, melakukan reformasi, menghibur, mendorong perubahan dan sebagainya.
Secara umum visi dan misi media dibedakan dua paradigma, pertama paradigma misionaris, media lahir karena tuntutan cita-cita pengelola. Kedua, paradigma forum pembaca, terbitnya media karena memenuhi keinginan pembacanya. Kedua paradigm ini tidak harus dipertentangkan, kita bisa saja memadukan dua paradigma tersebut dalam menentukan visi dan misi media sekolah.
Secara umum visi pembuatan media dibagi ke dalam lima (5) visi, yaitu: (a) Media informasi/komunikasi; (b) Edukatif; (c) Kontrol Sosial; (d) Propaganda; (e) Bisnis. Untuk membuat visi dan misi media sekolah sebaiknya disesuaikan dengan kepentingan dan tujuan dari sekolah tersebut.
Visi :…………………………………………………………………………
Misi :………………………………………………………………………….
TAHAP KEDUA
MENENTUKAN KARAKTER PEMBACA
Pembacaan karakter pembaca sangat penting dalam hal penerbitan media. Rumuskan karakter pembaca dapat dikategorikan kedalam beberapa hal, seperti berdasarkan domisili, usia, tingkat pendidikan, pendapatan, gaya hidup, kecenderungan memanfaatkan waktu luang dan lainnya. Berikut merupakan contoh metode melakukan survai pembaca.
Kelompok Pembaca Berdasarkan Domisili
| Lokasi | Persentase | Alasan |
1. | SMP N 1 Yogyakarta |
|
|
2. | Komite Sekolah |
|
|
3. | Alumni |
|
|
4. | Masyarakat sekitar, dll |
|
|
Catatan: Anda bisa menentukan sendiri kategori domisili sesuai kebutuhan.
Kelompok Pembaca Berdasarkan Usia
| Kategori | Persentase | Alasan |
1. | 10-12 thn |
|
|
2. | 13-18 thn |
|
|
3. | 19-25 thn |
|
|
4. | 26-35 thn |
|
|
5. | 36-55 thn |
|
|
6. | >56 thn |
|
|
Catatan: Anda menentukan sendiri kategori kelompok usia sesuai kebutuhan
Kelompok Pembaca Berdasarkan Tingkat Pendidikan
| Kategori | Persentase | Alasan |
1. | SMP |
|
|
2. | SMA |
|
|
3. | SD, S1, dst |
|
|
Catatan: Anda bisa menentukan sendiri kategori pendidikan sesuai kebutuhan
TAHAP KETIGA
MENENTUKAN CIRI/TIPOLOGI MEDIA
Tipologi media sangat terkait dengan pemilihan bentuk media, periode terbit, ciri fisik, ciri penyajian informasi dan bagaimana posisi media Anda diantara media sejenis lainnya. Pilihan bentuk seperti koran, majalah, tabloid, bukanlah keputusan begitu saja tanpa perencanaan. Begitu juga periode terbit, harian, mingguan, dwi mingguan, bulanan atau sebagainya.
Format Media
| Format | Alasan |
1. | Newsletter/Buletin |
|
2. | Majalah |
|
3. | Koran |
|
4. | Tabloit |
|
5. | Mading |
|
1. Newsletter/bulletin pada umumnya menggunakan kertas HVS atau buram/CD. Ukuran yang ada antara lain A5, A4, B5. Jumlah halaman 1-16 atau 1-20. Spesifikasi cetak bisa menggunakan cetak toko atau cetak film.
2. Majalah pada umumnya untuk isi menggunakan kertas artpaper, paperwork atau buram/CD sedangkan untuk cover menggunakan kertas ivory, dengan tambahan finishing yang berfariasi seperti doff, emboss, dll. Ukuran yang ada antara lain A5 (reader diegest, inti sari), A4 210,5 mm x 270, 5 mm. Jumlah halaman hingga 100 halaman. Spesifikasi cetak menggunakan cetak film karena banyak menapilkan gambar yang memiliki resolusi warna yang tinggi.
3. koran pada umumnya menggunakan kertas buram/CD. Ukuran yang ada antara lain A5 (reader diegest, inti sari), A4, A3. Jumlah halaman hingga 40 halaman. Spesifikasi cetak menggunakan cetak film karena banyak menampilkan gambar yang memiliki resolusi warna yang tinggi.
4. Tabloid pada umumnya menggunakan kertas artpaper, paperwork atau buram/CD. Ukuran yang ada adalah 290 x 420 mm. Jumlah halaman hingga 100 halaman. Spesifikasi cetak menggunakan cetak film karena banyak menapilkan gambar yang memiliki resolusi warna yang tinggi.
5. Madding atau majalah dinding banyak ditemukan di sekolah-sekolah ataupun institusi. Majalah dinding memiliki ruang yang sedikit, sehingga perlu cermat dalam membagi rubrikasinya. Madding biasanya tersusun dari tempelan kertas-kertas manila, fancy ataupun buffalo yang menarik pembaca.
Periode Terbit
| Periode | Alasan |
1. | Mingguan |
|
2. | Dwi-mingguan |
|
3. | Setiap 10 hari |
|
4. | Bulanan |
|
5. | Lainnya |
|
Ciri fisik
|
| Alasan |
1. | Jumlah halaman |
|
2. | Tampilan halaman (berwarna, hitam putih) |
|
3. | Tampilan sampul luar (warna, foto, ilustrasi) |
|
4. | Jenis kertas (kertas sampul dan kertas halaman dalam) |
|
5. | Cita rasa tampilan (luks, biasa, dsb) |
|
TAHAP KEEMPAT
MENENTUKAN KOMPOSISI ISI.
Komposisi isi merupakan kebijakan redaksi untuk memilih kapling-kapling ruang media bagi tematik atau bidang garapan tertentu.
Berdasarkan Dimensi Masalah
| Kategori | Persentase | Alasan |
1. | Pendidikan |
|
|
2. | Sastra |
|
|
3. | Kuliner |
|
|
4. | Hiburan |
|
|
5. | Gaya hidup, dll |
|
|
Catatan: Anda bisa menentukan sendiri kategori tersebut sesuai kebutuhan.
Berdasarkan Fungsi Informasi
| Kategori | Persentase | Alasan |
1. | Informatif |
|
|
2. | Edukatif |
|
|
3. | Menghibur (entertain) |
|
|
Berdasarkan Lokasi Sumber Informasi (Lokasi Peristiwa)
| Kategori | Persentase | Alasan |
1. | Sekolah |
|
|
2. | Luar Sekolah |
|
|
Berdasarkan Lingkup Dari Dampak Masalah
|
| Persentase | Alasan |
1. | Sekolah |
|
|
2. | Kecamatan |
|
|
3. | Daerah |
|
|
4. | Nasional |
|
|
TAHAP KELIMA
MENENTUKAN HALAMAN/RUBRIKASI
Kebijakan penentuan berapa jumlah halaman biasanya didasarkan pada kekuatan redaksional dan produksi. Untuk majalah atau tabliod yang memkai model jepit maka patokan sederhana menetukan jumlah halaman adalah bisa dibagi empat (4). Ketika menentukan rubrik, sekaligus disertakan penjelasan, bagaimana komposisi isi rubrik tersebut. Misalnya ada rubrik berisi feature dan juga artikel opini, ada rubrik khusus soft news (misalnya tentang tokoh dan peristiwa), dan sebagainya. Termasuk ketentuan bagaimana penyajian foto/ infografis di setiap rubrik.
Peruntukan Halaman/ Rubrikasi
| Nama Rubrik | Halaman | Alasan |
1. | Dari Redaksi | 2 | Sebagai pembuka. Dll |
2. | Kilas Sekolah | 3-4 | …. |
3. | Opini | 5-6 | …. |
4. | Sastra | 7-8 | …. |
5. | Prestasi | 9-10 | …. |
6. | Serba-serbi | 11-12 | …. |
Catatan: Anda bisa menentukan sendiri rubrikasi media Anda sesuai kebutuhan. Yang harus diingat adalah jumlah halaman harus bisa dibagi 4 untuk ukuran bulletin ataupun tabloid. Sedangkan, untuk majalah disesuaikan dengan jumlah halaman media tersebut.
TAHAP KEENAM
PROSES PENULISAN
Panjang Naskah. Panjang tulisan disesuaikan dengan ruang yang disediakan untuk tulisan itu. Idetifikasi tentang ini menjadikan reporter dan redaktur enak menafsir panjang tulisannya.
Panjang Naskah
| Jenis Naskah | Panjang | Alasan |
1. | Laporan Utama (berita headline) |
|
|
2. | Laporan khusus (kilas sekolah) |
|
|
3. | Surat Pembaca |
|
|
4. | Surat dari Redaksi/Editorial |
|
|
5. | Artikel Opini/Kolom |
|
|
6. | Artikel Konsultasi |
|
|
7. | Cerpen/Cerber |
|
|
8. | Dsb |
|
|
Struktur Tulisan. Struktur tulisan juga harus detail, ekonomis, dan berdasarkan fakta (berita). Bagi tulisan straight news ditulis dengan model piramide terbalik, sedangkan untuk tulisan feature disesuaikan dengan karakternya dan kemampuan penulis dalam menyajikan feature.
TAHAP KETUJUH
PROSES ARTISTIK
Proses Artistik dilakukan melalui dua kegiatan, yakni layouter dan desain cover (untuk majalah, tabloid). Pada proses artistis, layouter/deseiner harus telah menyiapkan dummy terlebih dahulu sehingga memudahkan setiap elemen jurnalistik (tulisan, foto, ilustrasi) untuk dilayout. Layouter/desainer juga harus mengusai elemen warna (CMYK), teori keseimbangan image dan tulisan, bahkan teknik produksi, sehingga hasil layouter/desain media menjadi lebih baik. Dummy majalah dapat dibuat di program corel draw, adobe pagemaker, adobe indesign, selain itu desainer/layouter wajib mengusai program, photoshop, words, illustrator.
TAHAP KEDELAPAN
PROSES PRODUKSI
Proses produksi media dapat dilakukan sendiri. Apakah akan dicetak menggunakan teknik cetak mesin offset atau printing. Jika menggunakan teknik cetak offset, maka pihak redaksi harus mem-film-kan semua data yang akan dicetak. Untuk mem-film-kan, kita bisa lakukan sendiri atau menyerahkan ke percetakan. Namun jika menggunakan teknik cetak printing, hasil layout bisa langsung ke percetakan. Untuk menyempurnakan hasil produksi media, tim redaksi wajib menunjuk satu atau dua orang yang ditugaskan untuk mengawal proses produksi dipercetakan. Hasil layout tidak boleh diserahkan sepenuhnya ke pihak percetakan karena bisa jadi ada beberapa hal (missing link) yang tidak diketahui pihak percetakan, tiba-tiba langsung dicetak dan hasilnya tidak sesuai dengan hasil desain.
TAHAP KESEMBILAN
PROSES DISTRIBUSI
Proses distribusi dilakukan setelah media tersebut terbit. Tim distributor sudah harus menyiapkan kemana saja media tersebut diedarkan, sebagaimana yang telah disepakati dalam proses perencanaan media. Pastikan semua terdistribusi dengan baik dan tepat sasaran sehingga media kita dibaca dan kelak mendapat masukkan dari pembaca.
TAHAP KESEPULUH
PROSES EVALUASI
Proses evaluasi sangat penting untuk dilakukan karena melalui proses ini tim redaksi media dapat mengetahui kesalahan dalam pembutan media, entah itu menyangkut isi, bahasa, desain,dan distribusi. Proses evaluasi hendaklah dilakukan setelah media tersebut terbit.
Meskipun tahap perencanaan media di atas sudah dilakukan dengan baik, bukan berarti usaha kita mendirikan media sekolah berhenti. Bagaimanapun dibutuhkan usaha lain untuk mendukung proses perencanaan media sekolah. Ada lima hal yang harus diperhatikan sekolah saat sedang merencanakan media.
Pertama, memiliki sumber daya manusia yang cukup. Media sekolah tidak perlu memiliki SDM (kru) yang banyak, sepuluh orang saja sudah cukup, yang penting kesepuluh siswa ini memiliki minat yang besar terhadap kegiatan jurnalistik sekolah. Kesepuluh kru inilah yang terus dilatih memanajemen media sekolah, mulai dari menjadi reporter, redaktur, redaktur pelaksana, pimpinan redaksi, bagian periklanan, dan bagian produksi. Selanjutnya, kesepuluh kru ini diroling untuk dapat berperan sebagai apapun di media sekolah.
Kedua, cari guru pembina yang paham jurnalistik. Keberadaan guru pembinan ini sangat penting karena sosoknya hadir untuk menemani siswa yang sedang belajar jurnalistik. Guru Pembina yang dipilih juga harus selektif, yang paling utama adalah mereka yang memiliki minat jurnalistik, komunikatif, dan solutif. Jika perlu guru Pembina berasal dari guru-guru yang masih muda. Mengapa demikian? Karena biasanya yang muda masih masih meyukai hal-hal baru dan menantang, namun bukan berarti guru-guru yang senior (tua) tidak bisa. Keuntungan adanya guru Pembina banyak sekali, seperti dapat mendampingi dan mengawasi siswa; dapat menyampaikan laporan kemajuan (progress) kegiatan jurnalistik kepada kepala sekolah, dapat melobi kepala sekolah untuk membantu pendanaan kegiatan jurnalistik, dapat melobi guru-guru lain untuk bersama-sama peduli terhadap kegitan jurnalistik di sekolah, dan lain-lain.
Ketiga, lobilah kepala sekolah. Pengalaman guru-guru yang telah memiliki kegiatan jurnalistik di sekolah menunjukkan bahwa peran kepala sekolah sangat penting. Tanda tangan kepala sekola merupakan bentuk rentu atas pendirian komunitas ataupun kegiatan ekstrakurikuler jurnalistik. Tanpa ijin dari kepala sekolah biasanya guru-guru “takut” untuk menjadi pendamping karena mereka dianggap mendampingi kegiatan yang tidak memiliki ijin (illegal). Selain itu, kegiatan jurnalistik tanpa ijin dari kepala sekolah kurang mendapat apresiasi dari sekolah itu sendiri sehingga sekolah tidak bisa memberi bantuan dana penerbitan media, padahal dana menjadi salah satu hal yang penting. Oleh karena itu, sebelum mendirikan media sekolah diharapkan terlebih dahulu melakukan aktivitas lobi kepada kepala sekolah sehingga kegiatan jurnalistik bisa dilakukan secara total dan berdampak secara psikologis bagi pegiat kegiatan jurnalistik di sekolah.
Keempat, libatkan konsultan media dari kalangan profesional/Pembina dari media luar.Adanya konsultan media dari kalangan profesional sangat penting, selain bisa belajar dari pengalaman mereka sebagai wartawan profesional, sekolah juga dapat meningkatkan jaringan kerjasama dengan institusi media. Keberadaan konsultan dari kalangan profesional ini sekaligus dapat dijadikan sebagai “marketing” sekolah karena jika ada kegiatan yang memenuhi standar kelayakan berita, si wartawan tersebut bisa saja meliput kegiatan sekolah. Untuk itu, disarankan untuk memilih konsultan media yang telah berpengaruh di media massa setempat, jika perlu pihak sekolah meminta langsung dengan pemimpin redaksi agar “diberikan” wartawan yang sesuai dengan keinginan sekolah.
Kelima, jangan lupa libatkan semua unsur di sekolah. Unsur sekolah yang dimaksud adalah guru, tata usaha, siswa, bahkan komite sekolah. Keterlibatan semua unsur sekolah dimaksudkan agar media sekolah mendapat apresiasi dan dukungan penuh sehingga para pegiat media menjadi lebih senang dalam beraktivitas jurnalistik. Di saat yang sama, mereka juga merupakan pasar potensial media sekolah. Oleh karena itu, dalam perencanaan media penyediaan rubrikasi berdasarkan kebutuhan warga sekolah menjadi hal yang sangat penting. Rubrik-rubrik yang bisa sediakan seperti surat pembaca, cerpen, puisi, resensi, berita luar, dan lain-lain.
.