MIKROBIOLOGI TEMPE DAN
PENGOLAHAN TEMPE
Si Mikrobiologi Tempe Seperti telah diuraikan dalam bab tentang sejarahnya, tempe lelah caal diolah dan dikonsumsi dalam peradaban manusia berabad-abad lamanya. Selama itu tormentasi kedelai mcnjadi tempe hanya didasarkan pengetahuan tradisional turun temurun. Meskipun kini diketahui tempe jelas-jelas diolah dengan proses mikrobiologi yang k ks, namun dikerjakan dengan cara yang amat sederhana, peradaban malla lalu sama sekali tidak mengenal ilmu mikrobiologi, Wang dan Hessel- (1981) memang menyatakan bahwa hampir semua proses fermentasi yang telah kita kenal ini berkombang jauh sebelum keberadaan me di sekitar ini disadari setelah berkembang ilmu ilmu biokimia seperti yang kita kenal ini barulah kita sadari bahwa proses mikrobiologi pombuatan tempe cukup pelik, banyak mikroorganisme yang terlibat selama pengolahan, pemasaran, penyimpanan dan penyiapannya sebagai makanan yang kita konsumsi. Jamur laenang pada tempe ilu uamur bonang yang biasanya dijumpai pada tempe ialah jamur tempe ieniri, Al Riiapu oligorponis, Rhi opus orayaae, dan kadang-kadang pengilha Sering dijumpai juga beberapa perkecualian seperti inya dilaporkan oleh Dwidjoseputro (1920) yang mendapatkan Tricheur Marcor ju unicus Wehmer dan 2 strain Fusarium pada tempe dibelinya dari Jakarta.
Khamir dan Bakteri dalam TempeAsosiasi mikroorganisme lain selain jamur tempe dalam fermentasi tempe sebenarnya sudah lama dicurigai oleh banyak peneliti (Van Veen dan Schaefer 1950, Steinkraus dkk 1960, 1961. Roelofsen dan Talens 1964), tetapi mereka tidak menelitinya secara rinci. Bukti pertama tentang adanya bakteri dalam tempe dilaporkan oleh Sudarmadji (1975) dan Markakis (1978), peneliti tersebut Bacillis licheniformis dan Bacillus cereus selama fermentasi tempe, yang mencapai populasi sampai 10 sel per gram tempe telah fermentasinya berjalan antara 24 sampai 36 jam. Yeoh dan Merican melaporkan tentang didapatkannya Nicrococcius sp. dan Bacillitr pada tempe yang diproduksi dan dikonsumsi di Malaysia. Selanjutnya nkraus dan Cronk (1977) pertama kali melporkan tentang adanya bakteri yang ikut kontribusi dalam tempo, yaitu bakteri penghasil vitamin B12. Bakteri yang dilaporkan Liena dkk (1977) tersebut kemudian dan (19m) sebagai Kiebsiella pneimoniae yang tidak patogen. Okada dkk (1985) mengkonfirmasi kontribusi kelompok bakteri torsebut dalam pengolahan tempe mereka melaporkan bahwa 113 dari 397 isolat bakteri yang diambil dari berbagai contoh tempe yang diproduksi yang diambil dari berbagai contoh tempe yang diproduksi di Bogor dan daerah sekitarnya ternyata memiliki kemampuan menghasilkan Pengamatan lebih lanjut tersebut oleh Okada dkk (1 cridentifikasi sebagai (13 isolat), Klebsiella penumoniae subspecies andenae Enterobacter cloacae (1), dan 12 isolat amat menyerupai Kebsiella atau Klebsiella plant cola, sedangkan sisanya tidak didentificas bakteri Gram positif berbentuk batang (4 isolat), bakteri Gram berbentuk batang dengan test oxidason positif bakte negatif berbentuk serta Di negeri Belanda, contoh tempe yang diambil dari yang beredar di pasaran mempunyai kandungan bakteri total antara cfu/g dan 5,0 x 10 cfu/g, spora bakteri antara 1,0 x 1 cfu/g dan khamir 10 dan 1,3 x 10 cfu/g tempe. Kebanyakan isolat bakteri tersebut teridentifikasi sebagai Staphylococcus, Aeromonas, Aero- coccus dan berbagai species bakteri keluarga Enterobateriaceae. Kandungan bakteri dan khamir pada tempe yang beredar di pasaran di negeri Belanda juga dilaporkan oleh Samson dkk (1987) tersajikan dalam Tabel 3. Dalam survai tentang kualitas mikrobiologi dari 110 contoh tempe, didapatkan 111 isolat khamir. Tigapuluh empat dari padanya teri- dentifikasi sebagai Trichosporon beigelii, dan berbagai species yang termasuk contoh tempe yang diproduksi di negeri Belanda Mikroorganisme Proporsi contoh tempe yang dimiliki kandungan log jumlah per gram masuk dalam genora Candida (8 isolat), Rhodotonila dan Picha Didapatkan dibicarak memiliki potensi sebagai penyebab penyakit, seperti akan kemudian dalam bab Keamanan Tempe. Dalam 6 contoh tempe dijumpai bakteri Yersenia enterocolitica tetapi dari jenis (serotype yang ti patogen.
Mikrobiologi Pengolahan TempeMeski tempe telah diperbincangkan hampir seabad dalam forum ilmiah (yaitu sejak publikasi ilmiah pertama tentang tempe oleh Prinsen Geerligs pada tahunn895), publikasi tentang keterlibatan mikroorganisme dalam pengolahan tempe benar-benar masih langka. Publikasi yang terse- ia semuanya hanya melaporkan keberadaan mikroorganisme dalam tempe. Mikrobiologi perendaman kedelai dilaporkan oleh Mulyowidarso secara comprehensive' pertumbuhan mikroorganisme selama pengolahan tempe, perendaman kedelai sampai dengan fermentasi oleh jamur Uraian dibahas dalam
Mikrobiologi dan Biokimia Perendaman Kedelai.Bila kedelai direbus lebih dahulu sebelum perendaman, ternyata tidak dapat diolah lebih lanjut menjadi tempe yang baik, melainkan Menjadi kedelai yang membusuk dan berjamur (data milik pribadi yang dipublikasi). Kejadian di atas bukanlah morupakan bukti bahwa dalam proses fermentasi tempe hanya ada 2 kemungkinan, yaitu fermenta-berhasil dengan menghasilkan tempe yang baik karena hanya tumbuhnya jamur tempe, atau tempo tidak dapat dibuat sama sekali karena jamur tempe terganggu tumbuhnya oleh adanya kontaminasi bakteri. Padahal masih ada satu kemungkinan lain, yaitu bahwa fermentasi tempo. bakteri dan mungkin dengan khamir tumbuh bersama dengan tumbuhnya jamur tempe dan tetap menghasilkan tempe yang baik. Keberadaan bakteri dalam tempo dicurigai sejak lama (Van Veen dan Schaefer 1950 kan nkraus dkk 1960, 1961, Rociofsen dan Talens 19(A) dan baru dilapor keberadaannya belum lama ini (okada dkk 1985a, b, Nout dkk amson dkk 1987), belum banyak menarik perhatian para ahli. inyak yang men pertanyakan, kapan khami keterlibatan bakteri dan alam mentasi tempe dan peran dan akibatnya terhadap tempe. foranan mikroorganisme selain jam tempe dalam amat diabaikan bahkan dianggap formentasi tempe h oich amur tempe (Steinkraus 198) keterlibatan bakteri dalam proses monta tempe orhindarkan, bahkan, Ko (1986) tempe yang dibuat dalam kondissi laboratorium dengan me mumi sekali pun, tak akan luput dari keikut-sertaan bakteri. Hal itu karena biasanya kedelai untuk pembuatan tempe tidak mendapatngan tekanan, agar tekstur lempe dihasilkan sehingga bakteri yang tahan panas, dan terutama bakteri pembentuk akan bertahan selama pemanasan tersebut.
Namun keikut-sertaan tidak akan merugikan proses pembuatan tempe, bila populasi bakteri pada awal dimulainya fermentasi jamur tidak terlalu tinggi. Dalam dengan Bacillus hasil isolasi dari tempe dan diduga merupakan balleri pembusuk dilaporkan bahwa meskipun terkontaminasi oleh Bacil proses fermentiasi tak akan terganggu dan tempe tidak menjadi busuk populasinya pada saat inokulasi tidak melebihi jumlah spora yang agar ympe beialan populasi bakteri pada saat inokulasi kurang dari 10 kepadatan inokulum umumnya sekit 10 spora Bacillus oligosponus untuk setiap 100 g kedelai rebus. ai dengan pernyataan Ko (1986), Mulyowidarso (1988) dan Mulyowidarso dkk (1990) juga melaporkan bahwa tempe yang dibuat plis di laboratorium dengan menggunakan starter biakan murnicara ternyata tidak dapat bebas dari kontaminasi bakteri. Dilaporkan selama fermentasi tempe, bakteri tumbuh mencapai tingkat popula- cfu/g. Selain Rhizopular olgospanas yang diinokulasikan, bakteri yaitu Bacillus brevis dan Bacillus pumiliar ikut mendo- uk spora, asi pertumbuhan mikroorganisme tempe, mencapai tingkat populasi. Bakteri lain yang ikut ambil bagian dalam proses fermentasi ini lah Stepwococoas faecium, Lactabacillus casei, klebsiella pada nterobacter yang mencapai tingkat populasi 10 -10 cfu/g, Di bakteri yang ikut kontribusi dalam pertumbuhan mikroorganisme selamafermentasi tersebut hampir semuanya berasal dari kedelai tumbuh dengan lebatnya selama perendaman bersama banyak Lactobacillus casei, klebsiella selam 30 menit ertoroliacter cloacae dapat bertahan setelah pendidihan myli Bacillus brevis saja yang mampu mem karena n bahwa bakteri-bakteri yang lain dapat bertahan ng memang sudah menjadi tinggi selama mekanisme perlindungan komponen kedelai seperti lemak dan gula gula sederhana yang terdifusi keluar jaringan biji dan larut atau tersuspensi dalam air rendaman, selama perendamannya. Hanya Bacillus pumilus saja lah bakteri yang tidak dikenai sejak perendaman kedelai. Kemungkinan, dapat saja terjadi bahwa sebenarnya bakteri ini sudah ada pada kedelai sejak sebelum perendaman tetapi tidak terdeteksi memang merupakan kontaminan bar selama pengolahan. Sumber kontaminannya mungkin udara tempat dilakukannya percobaan, atau dari peralatan yang digunakan karena terla lu lama disimpan setelah sterilisasi, sehingga tercemar spora bakteri seki- tar lain karena kurang rapinya operasi, terutama pada saat sampling kecerobohan waktu pengambilan contoh, dapat saja menularkan
Artikel keren lainnya: