Pembuatan tempe secara industri dimulai di Amerika, menurut tine, Haveo dan Martinelli (1966), tempe dapat dibuat baik menggunalkan biji kedelai utuh, keping biji kedelai kupas ataupun butiran kedelai (yang telah pecah, tiap bijinya pecah menjadi 10-15 butir). Biji kedelai lalu direndam (untuk biji utuh atau keping biji kupas direndam semalam, dan bila dipakai butiran biji direndam selama 2-3 jam) dalam air dengan 1 berat kedelai 3 (volume air) Air rendamannya mudian di buang dan biji atau butiran kodolai direbus selama 30 menit air yang berlebihan Setelah ditiriskan dan didinginkan, lalu diinoku- dengan biakan Rhizopus oligo sponts NRRL 2710, kemudian dilubangi atau belongsong kertas selofan, selanjutnya diinkubasikan Pesatnya pengingkatan konsumsi dan produksi rempeAeristimewa di Amerika Serikat, mendorong para ahli dan peneliti untuk berusaha perbaiki cara-cara pembuatan tempe Usaha perbaikan tersebut terutama dalam rangka mengusahakan pabrik tempe skala menengah. dilakukan hampir pada semua tahap konvensional, yang dirangkum oleh Steinkraus seperti diuraikan di Pengupasan kedelai yang secara tradisional dikerjakan dengan inereanas menggunakan tangan atau menginjak-injak dengan kaki, dalam ala industri dilakukan mesin. kedelai dengan mesin dapat dikerjakan secara basah ataupun secara kering. Pengupasan lakukan terhadap biji kedelai uiuh yang telah dihidrasi atau Pada cara ini kedelai yang telah menyerap air sehingga tampak menggembuttg), kulit biji sebenarnya sudah tiping biji, terpisah oleh air yang terse n mudah dilepaskan dengan cara menggilasnya memal semacam engupas yang bekerja atas dasar gesekan, sehingga terkelupas dipisahkan dengan pengapungan. secara kering dilakukan terhadap biji kedelai utuh sebelum n Daluni cara ini biji kedelai terlebih dahulu dipanaskan menjadi rapuh (tidak liat/ulet) sehingga mudah pecah Kemudian biji kedelai kering dilewatkan peng kulit yang telah lepas dari keping biji akibal penggilingan, dilakukan dengan melakukan keping bij lewat aspirator atau atas dasar gaya berat iji, yang menjadi amat penting dalam pembuatan tem kala besar, dilakukan dengan menambahkan larutan asam laktat 1% ke dalam air perendam atau air yang digunakan untuk merebus setengah isak, kemudian ditiriskan dan didinginkan, lalu diinokulasikan dengan ra mencampurkan inokulum pada biji kedelai rebus.
Inokulum yang digunakan ialah biakan murni jamur tempe pada kedelai masak dan steril telah mengalami perlakuan liofilisasi (dikeringkan dalam keadaan Inkubasi dikerjakan dalam nampan pengering (berukuran 35 x 81 x cm), ditutup dengan selapis kertas berlapis lilin, pada suhu 37 C gan kelembaban relatif sebesar 90%. Cara inkubasi ini menjamin berlangsungnya proses fermentasi dalam waktu cepat, kurang dari 24 jam pe yatig lelah jadi kemudian dipotong-potong ukuran 2,5 dikeringkan (beserta nampan pengering dalam alat pengering gan aliran udara panas pada suhu F sampai mencapai kadar kurang dari 10 Tempe ini dijual dalam kantong tertutup palstik poli- Masalah Pengasaman Biji Kedelai pengasaman biji kedelai dimaksudkan untuk memberikan kondisi cocok untuk tumbuhnya jamur tempe, sehingga dapat diproduksi bmpe dengan kualitas yang baik. Nilai pH sekitar 4,5 sampai 5,0 angka i mmupalkan nilai pH yang tidak menguntungkan bagi hampir semua,bakteri Menyebab penyakit dan bakteri pembusuk (Steinkraus 1983) sementara aka dkk. (1985) menunjukkan bahwa jamur tempe sebenarnya masih tumbuh dengan baik pada kedelai rebus yang tidak pi tempe yang diproduksi dengan cara ini memiliki risiko lehih ap kemungkinan tumbuhnya bakteri penyebab penyakit. Dalam dkk menyatakan bahwa cara pengasaman ra alamiah dengan tidak memberikan hasil yang an. Kadangkala perendaman dapat gan baik, tetapi pada waktu yang lain biji tak terasamkan sama sekali mengajurkan agar kedalam air rend ditambalikan laittan asam encer atau diinokulasikan bakteri Lactobacilus plantarum, produksi tempe terjanin baik.
Larutan asam laktat sebagai bahan perendaman dengan perbandingan 3 liter Wadah untuk inkubasi dan Balian Pembungka tradisional, tempe diinkubasikan dalam keadaan terbungk dalam bungkusan daun Daun yang banyak digunakan usan kecil dan telah terbukti memberikan pembungkus dalam bungkus hasil yang memuaskan ialah daun pisang (Musa spp.), daun delinia (Dollin- indica) daun rambai (Baccaurea motivana), dan daun ketapang erminalia catappa) (Steinkraus 1983). Dilaporkan juga adanya tempe yang inkubasinya dilakukan dengan memasukkan kedelai dalam bambu (Sudarmadji 1975). Sedangkan di Suriname (Amerika Selatan) daun Heliconia (salah satu anggota keluarga pohon pisang, Musaccae) dan daun lilinosiphon (keluarga Maranthaceac) juga digunakan sebagai bahan pembungkus tempe (stehal 1946), dan di Indonesia (terutama Jawa) banyak digunakan juga daun jati (Teetona grandis) dan daun waru (Hibis Berbagai alternatif lain untuk menggantikan daun sebagai bahan ah dipelajari oleh Stahel (1946), yaitu kertas perkamen, bungkus lin yang dibasahi dengan n, kain minyak (oicloth) dan kortas timah Tak satu pun bahan alternatif tersebut dapat menyamai daun. Bahkan, bungkusan dengan kertas perkamen misalnya, jamur tempe tak menghasilkan tempe. Sedangkan penggunaan ketiga bahan alter natif lainnya, harus dibantu dengan cara pembungkus lebih dahulu ledolainya dengan kertas tipis putih yang steril itupun masih juga terban untuk inkubasi, dalam sampan bertutup yang dibuat dari logam anti karal (stainless steel) dengan ketebalan 1,5-2 inci 3,8- 5,0 cm) dongan berjarak 2 inci (5.cm), untuk udara pemasuk oksigen (acrasi).
Kemudian Steinkraus dkk (I alat tersebut dalam skala 'pilot plant' untuk me produk yang dikeringkan, dengan menggunakan nampan pengering 13 mm beranyamkan kawat lagani anti katal dasarnya, dengan ukuran lubang 3 mm, Nampan iti ditutup berlapis lilin untuk mencegah berkurangnya kelembaban yang telah jadi juga dipotong-potong berukuran 2s mm suatu penelitian "comprehensive (mencakup berbagai tentang wadah dalam pembuatan tempo telah dilakukan oleh Martinelli dan Hessel Mereka melakukan pengujan terhadap berbagai jenis ukuran n dari logam dan kayu, yang kemudian ditutup dengan kertas umunium, parafilm, atau kain saring. Diperiksa juga penggunaan lemba plastik berlubang, kantong plastik berlubang mau pun selongsong dari selatan berlubang sebagai pembungkus dalam pembuatan tempe. Dilapor pun wadahnya, faktor utama yang menentukan dapat tidaknya bahan pembungkus menghasilkan tempe yang baik ialah aerasi kelembaban. Dalam arti bahwa jika bahan pembungkus dapat menjadi terjadinya aerasi yang merata dan terus menerus, dan sekaligus dapat menjaga agar kelembabannya tinggi tanpa menimbulkan pengembunan, dipastikan bahwa tempe yang dibungkusnya baik. Wadah berupa pan kayu yang diisi dengan ketebalan kurang dari 3 em, atau nampan ngam lubang dan dengan ketebalan kurang dari 25 cm akan menghasilkan tempe yang baik Fermentasi dalam kantong plastik (dengan ukuran dapat mencapai 20 cm x 20 cm) atau Kongsong solofan dengan diameter sampai 10 cm) juga dapat mengha Kilkan tempe yang bagus, jika diberi lubang-lubang berjarak tidak lebih dari 1,3. Sedangkan bahan lainnya dilaporkan tidak dapat menghasilkan Tempe dengan baik. Di laboratorium, tempe juga sering dibuat dalam awan petri (petri dish) baik yang terbuat dari gelas mau pun dari plastik kaku, dengan hasil yang amat bagus. sejalan dengan laporan Martinelli dan Hesseltino (1964) di atas adalah pernyataan Steinkraus (1983) seperti di bawah ini. Menurut dia bahan apa pun dapat digunakan sebagai wadah dalam pembuatan tempe dengan hasil yang baik apabila memenuhi berbagai syarat yang dibutuh agar selama fermentasi dapat dijamin berlangsungnya aerasi yang baik sehingga tersedia oksigen yang mencukupi untuk pertumbuhan, tetapi tidak memberikan udara yang berlebihan dapat dipertahankannya kelembaban biji kedelai selama form berlangsung. lii) tidak terjadi kontak antara air yang tak terserap biji (titik titik air dengan biji yang sedang mengalami fermentasi agar iak terjadi pertumbuhan kontaminan. dapat mempertahankan kebersihan dan kenampakan yang baik ata tempe yang dihasilkan Aerasi yang berlebihan dapat memacu proses pembentukan spora (sporulasi) dari miselia jamur sehingga tempe akan namp tam-hitaman atau berbercak-bercak hitam.
Para pengrajin tempe di Indonesia telah mengadopsi berbagai basil penelitian di atas, yaitu pembuatan tempe dalam nampan yang luaslubang dan1979, Steinkraus 1983, 1985a). Tempe yang dibuat dan dijual bentuk talab dalam wadah kayu atau anyaman bambu juga telah dikenal di berbagai di Indonesia. Cara ialah dengan memotong tempe tersebut sesuai dengan harga yang diminta. sudah dimiliki pengrajin tempe desa atau kota-kota kecil dijual sendiri pengrajinnya, bukan melalui bakul, jadi bukan merupakan adopsi dari penelitian masyarakat Adopsi yang nampakan adalah kantong berlubang lubang, yang ba dijumpai kota-kota. kantong plastik lubang sudah layak disebut pengusahaan tempe, karena sistem penjualannya ui bakul atau pembuatnya. pengecer tempe, tidak lan oleh Kombinasi penggunaan gsung banyak juga dilakukan; dalam kantong plastik dan daun pengrajin dan konsumen, menurut keterangan berperan sebagai salah satu kontributor aroma
Artikel keren lainnya: